BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia di dalam
kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan
kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu
hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi
sosial dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia sering dipertemukan satu
sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal.
Organisasi adalah sebuah sistem
sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat melalui jenis, peringkat, bentuk dan
jumlah interaksi yang berlaku. Proses dalam organisasi adalah salah satu faktor
penentu dalam mencapai organisasi yang efektif. Salah satu
proses yang akan selalu terjadi dalam organisasi apapun adalah proses
komunikasi. Melalui organisasi terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan
pengalaman. Mengingat perannya yang penting dalam menunjang kelancaran
berorganisasi, maka perhatian yang cukup perlu dicurahkan untuk mengelola
komunikasi dalam organisasi. Proses komunikasi yang begitu dinamik dapat
menimbulkan berbagai masalah yang mempengaruhi pencapaian sebuah organisasi
terutama dengan timbulnya salah faham dan konflik
Komunikasi
memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para pegawai tentang
apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar.
Aktivitas komunikasi di
perkantoran senantiasa disertai dengan tujuan yang ingin dicapai. sesama dalam
kelompok dan masyarakat. Budaya komunikasi dalam konteks
komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah
komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara pegawai yang satu
dengan pegawai yang lain. Sisi ketiga adalah antara pegawai kepada atasan.
Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-masing.
Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik,
untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai
cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu
organisasi.
Komunikasi merupakan
sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam perkantoran.
Menurut Kohler ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan
kinerja dan mencapai tujuan perkantoran ini. Pertama, komunikasi koordinatif,
yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian
(subsistem) perkantoran. Kedua, komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran
informasi yang berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap
yang dipakai sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam
perkantoran, maupun antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan
intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu
proses komunikasi tersebut.
Dalam
hal komunikasi yang terjadi antar pegawai, kompetensi komunikasi yang baik akan
mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat
kinerja suatu organisasi (perkantoran) menjadi semakin baik. Dan sebaliknya,
apabila terjadi komunikasi yang buruk akibat tidak terjalinnya hubungan yang
baik, sikap yang otoriter atau acuh, perbedaan pendapat atau konflik yang
berkepanjangan, dan sebagainya, dapat berdampak pada hasil kerja yang tidak
maksimal.
Peningkatan kinerja pegawai secara perorangan akan
mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed
back yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direkflesikan dalam
kenaikan produktifitas.
Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Palembang merupakan salah satu organisasi formal di lingkungan
aparatur pemerintah yang memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
pembangunan khususnya kota Palembang. Program-program kerja yang dirancang
bertujuan untuk menmpromosikan dan melindungi bidang kepariwisataan yang
merupakan aset negara yang sangat penting sehingga sangat diharapkan kinerja
yang optimal yang dapat diwujudkan melalui peranan komunikasi yang efektif
supaya dapat memenuhi peran dan fungsinya sebagai aparat pemerintah yang
mengabdikan dirinya pada bangsa dan negara ini.
Melihat pengaruh yang
sangat penting antara proses komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi
khususnya komunikasi interpersonal antar pegawai dengan tingkat kinerja pegawai
maka penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal Antar
Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Palembang.”
1.2
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan-permasalahan berikut :
- Masih kurangnya komunikasi interpersonal
yang terjadi antar pegawai.
- Masih
banyak ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam melakukan komunikasi
interpersonal.
- Kurang
optimalnya kinerja pegawai akibat buruknya proses komunikasi interpersonal
yang terjadi.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut
di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh
komunikasi interpersonal terhadap kinerja pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kota Palembang ?”.
1.3
Pembatasan Masalah
1.
Penelitian dibatasi pada
permasalahan komunikasi interpersonal yang terjadi pada pegawai Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang.
2.
Hanya terbatas pada
pegawai di lingkungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang.
1.4 Maksud
dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui proses
komunikasi interpersonal antar pegawai.
2.
Untuk mengetahui
hambatan-hambatan apa saja yang terjadi selama proses komunikasi interpersonal.
3.
Untuk mengetahui tingkat
kinerja pegawai akibat pengaruh proses komunikasi interpersonal.
1.5
Kegunaan Penelitian
1.
Sebagai masukan atau
sumbangan pemikiran dan sumber informasi bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kota Palembang dalam hal peningkatan kinerja pegawai.
2.
Dapat menjadi bahan bagi
peneliti selanjutnya mengenai komunikasi interpersonal dalam sebuah organisasi.
3.
Sebagai salah satu syarat
guna meraih gelar Sarjana Negara Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Komunikasi
Stisipol Candradimuka Palembang.
1.6
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan, komunikasi mempunyai pengaruh yang sangat
penting terhadap kinerja pegawai. Menurut defenisi Carl I. Hovland “Komunikasi adalah proses yang memungkinkan
seseorang (komunikator) menyampaikan
rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunikan)”.
Salah satu jenis
komunikasi yang sangat penting adalah komunikasi interpersonal atau komunikasi
yang terjadi secara tatap muka antara beberapa pribadi yang memungkinkan respon verbal maupun nonverbal
berlangsung secara langsung. Dalam operasionalnya,
komunikasi berlangsung secara timbal balik dan menghasilkan feed back secara
langsung dalam menanggapi suatu pesan. Komunikasi yang dilakukan dengan dua
arah dan feed back secara langsung akan sangat memungkinkan untuk
terjadinya komunikasi yang efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Onong U.
Effendy yang mengatakan bahwa, “Efektifitas komunikasi antar pribadi itu ialah
karena adanya arus balik langsung”.
Di dalam suatu organisasi
khususnya perkantoran, proses komunikasi adalah proses yang pasti dan selalu
terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai
subsistem dalam perkantoran. Perkantoran yang berfungsi baik, ditandai oleh
adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen. Suatu
perkantoran dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya, ketika
proses komunikasi antar komponen tersebut dapat diselenggarakan secara
harmonis, maka perkantoran tersebut semakin kokoh dan kinerja perkantoran akan
meningkat.
Peningkatan kinerja
pegawai secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara
keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan
perilaku, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas. Jadi dapat dikatakan
bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari tingkat kinerja
pegawai yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar
pegawai.
1.7
Hipotesis
Berdasarkan dari kerangka teori penelitian maka dapat
ditarik suatu hipotesis sebagai suatu kesimpulan sementara yaitu sebagai
berikut : “Terdapat pengaruh yang positif antara proses komunikasi
interpersonal antar pegawai terhadap kinerja pegawai.”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar-Dasar Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi atau communication berasal dari kata Latin communis
yang berarti ”sama”, communico, communicatio, atau communicare
yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi merujuk
pada suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama.
Beberapa definisi komunikasi : [1]
Theodore M. Newcomb:
“Setiap tindakan komunikasi
dipandang sebagai suatu transmisi informasi,terdiri dari rangsangan yang
diskriminatif, dari sumber kepada penerima”
Carl I. Hovland:
“Komunikasi adalah proses yang
memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah
perilaku orang lain (komunikan)”
Everett M. Rogers:
“Komunikasi adalah proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku mereka”
Harold Lasswell:
Who Says What In Which
Channel to Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan
Pengaruh Bagaimana?
2.1.2 Konsep dasar
komunikasi
Menurut John R. Wenburg dan William
W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken
setidaknya ada tiga kerangka pemahaman komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi sebagai tindakan satu
arah
Komunikasi dipahami sebagai proses penyampaian
pesan searah dari seseorang/ lembaga kepada seseorang/kelompok lainnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pemahaman komunikasi sebagai suatu
proses satu arah ini oleh Michael Burgoon disebut sebagai “definisi
berorientasi sumber” (source-oriented definition).
2. Komunikasi sebagai interaksi
Komunikasi dipahami sebagai
proses aksi-reaksi, sebab-akibat, yang arahnya bergantian. Komunikasi interaksi
dipandang lebih dinamis daripada komunikasi satu arah. Unsur penting dalam
komunikasi interaksi adalah feedback (umpan balik).
3. Komunikasi sebagai transaksi
Komunikasi dipahami sebagai kegiatan
menafsirkan perilaku orang lain. Ada proses encoding dan decoding
pesan verbal maupun nonverbal. Semakin banyak peserta komunikasi maka transaksi
yang terjadi akan semakin rumit. Kelebihan konsep ini adalah komunikasi
dipahami sebagai konsep yang tidak membatasi pada komunikasi yang disengaja
saja. Pemahaman ini mirip dengan “definisi berorientasi penerima” (receiver-oriented
definition), yaitu menekankan pada variabel-variabel yang berbeda yaitu
penerima dan makna pesan bagi penerima. Penerimaan pesan disini bersifat dua
arah.
2.1.3 Elemen-Elemen Komunikasi : [2]
1. Source
(sumber)
Source atau sumber adalah seseorang yang membuat
keputusan untuk berkomunikasi. Sering disebut juga pengirim (sender),
penyandi (encoder), komunikator, pembicara (speaker).
2. The message (pesan)
Pesan adalah apa yang
dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol
verbal maupun nonverbal yang berisi ide, sikap dan nilai komunikator. Pesan
mempunyai tiga komponen yaitu 1) makna, 2) simbol yang digunakan untuk
menyampaikan makna, dan 3) bentuk atau organisasi pesan.
3. The
channel (saluran)
Saluran
adalah alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya
kepada penerima
4. The receiver (penerima)
The receiver atau penerima adalah orang yang menerima
pesan. Penerima sering juga disebut
sasaran/tujuan (destination), komunikate (communicatee),
penyandi-balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener),
atau penafsir (interpreter).
5. Barriers (hambatan)
Hambatan
adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemaknaan pesan yang komunikator sampaikan kepada
penerima. Hambatan ini bisa berasal dari pesan, saluran, dan pendengar.
Beberapa buku menggunakan istilah noise untuk menyebut elemen
pengganggu, yang diartikan sebagai gangguan (disturbance/ interference)
dalam proses komunikasi. External noise meliputi latar belakang
pembicaraan, lingkungan, dan teknis saluran. Sedangkan internal noise meliputi
aspek psikologi peserta komunikasi maupun aspek semantik. Misalnya sebuah kata
yang mengandung arti ambiguitas.
Hambatan komunikasi :[3]
• Perbedaan Persepsi
• Permasalahan Bahasa
• Kurang mendengarkan
• Perbedaan Emosional
• Perbedaan latar belakang
6. Feedback
Feedback adalah reaksi dan respons pendengar atas
komunikasi yang komunikator lakukan. Feedback bisa dalam bentuk komentar
langsung atau tertulis, surat, atau public opinin polling. Feedback juga
berperan sebagai pengatur (regulator). Feedback mengontrol atau
mengatur aksi komunikasi kita. Feedback negatif misalnya berupa
kritikan, atau penolakan. Contohnya, ”Bisakah Anda diam?”. Feedback
positif misalnya berupa pujian.
7.The situation (situasi)
Situasi
adalah salah satu elemen paling penting dalam proses komunikasi pidato (speech
communication). Situasi atau keadaan selama komunikasi berlangsung
berpengaruh terhadap mood pembicara maupun pendengar, saluran/ media
yang dipakai, dan feedback audience.
Di
antara model awal yang telah dibentuk untuk menerangkan maksud
komunikasi. Laswell menggambarkan komunikasi sebagai suatu proses
input / linear yaitu Siapa, Berkata apa, Dalam saluran apa, Kepada
siapa, Dengan kesan apa. Di dalam model ini unsur-unsur komunikasi yang
ditekankan adalah sumber, pesan, saluran, penerima, kesan dan bagaimana proses
maklumat disampaikan antara satu sama lain. Selain itu Model Matematik atau
Model Shannon dan Weaver pula melihat komunikasi sebagai proses
pemancaran pesan. Model ini juga menjadi asas Teori Komunikasi. Shannon
dalam terjemahan Othman Sharif dan Siti Zaleha Hashim menggambarkan
tindakan komunikasi ini mendatangkan umpan balik. [4]
Model
Komunikasi Shannon dan Weaver
Dalam proses komunikasi terdapat empat elemen yang
utama dalam proses komunikasi yaitu sumber, pesan, saluran dan penerima.
Model Berlo, kesemua elemen ini penting dalam menyampaikan pesan dalam
memastikan efektivitas komunikasi.
2.1.4 Jenis komunikasi
- Komunikasi
intrapribadi
Komunikasi intrapribadi (intrapersonal
communication) adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau
tidak. Misalnya berpikir.
- Komunikasi
antarpribadi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan respon verbal maupun nonverbal berlangsung secara langsung. Bentuk
khusus komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic
communication) yang hanya melibatkan dua individu, misalnya suami-istri,
dua sejawat, guru-murid. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang
berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi
mengirim dan menerima pesan secara langsung dan simultan.
- Komunikasi
kelompok (kecil)
Komunikasi kelompok merujuk pada komunikasi
yang dilakukan sekelompok kecil orang (small-group communication).
Kelompok sendiri merupakan sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, saling mengenal satu
sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Komunikasi
antarpribadi berlaku dalam komunikasi kelompok.
- Komunikasi
publik
Komunikasi publik adalah komunikasi antara
seorang pembicara dengan sejumlah orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali
satu persatu. Komunikasi publik meliputi ceramah, pidato, kuliah, tabligh
akbar, dan lain-lain. Ciri-ciri komunikasi publik adalah: berlangsung lebih
formal; menuntut persiapan pesan yang cermat, menuntut kemampuan menghadapi
sejumlah besar orang; komunikasi cenderung pasif; terjadi di tempat umum yang
dihadiri sejumlah orang; merupakan peristiwa yang direncanakan; dan ada
orang-orang yang ditunjuk secara khusus melakukan fungsi-fungsi tertentu.
- Komunikasi
organisasi
Komunikasi organisasi (organizational communication)
terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan informal, dan berlangsung
dalam jaringan yang lebih besar dari komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi
juga melibatkan komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan komunikasi
publik tergantung kebutuhan.
- Komunikasi
massa
Komunikasi massa (mass communication)
adalah komunikasi yang menggunakan media massa cetak maupun elektronik yang
dikelola sebuah lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada
sejumlah besar orang yang tersebar, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya
bersifat umum, disampaikan secara serentak, cepat dan selintas.
2.2 Komunikasi Interpersonal Dalam Perkantoran
Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan
kerja suatu organisasi. Hal ini dapat dipahami sebab komunikasi yang tidak baik
mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi, misalnya konflik
antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling
pengertian, kerja sama dan kepuasan kerja. Oleh karena itu
hubungan komunikasi yang terbuka harus diciptakan dalam organisasi. Pada dasarnya komunikasi di
dalam organisasi, terbagi kepada tiga bentuk:
1. Komunikasi
vertikal
Bentuk
komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah dan
sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan
dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik.
Fungsi komunikasi ke bawah
digunakan pimpinan untuk:
· Melaksanakan kebijaksanaan,
prosedur kerja, peraturan, instruksi, mengenai pelaksanaan kerja bawahan.
· Menyampaikan pengarahan
doktrinasi, evaluasi, teguran.
· Memberikan informasi
mengenai tujuan organisasi, kebijaksanaan-kebijaksaan organisasi, insentif.
Seorang
pimpinan harus lebih memperhatikan komunikasi dengan bawahannya, dan memahami
cara-cara mengambil kebijaksanaan, terhadap bawahannya.
Keberhasilan
organisasi dilandasi oleh perencanaan yang tepat, dan seorang pimpinan
organisasi yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kedua hal terseut merupakan modal
utama untuk kemajuan organisasi yang dipimpinnya.
Fungsi komunikasi ke atas
digunakan untuk:
a. Memberikan pengertian
mengenai laporan prestasi kerja, saran, usulan, opini, permohonan bantuan, dan
keluhan.
b. Memperoleh informasi dari bawahan mengenai kegiatan dan pelaksanaan
pekerjaan bawahan dari tingkat yang lebih rendah.
Bawahan
tentulah berharap agar ide, saran, pendapat, tanggapan maupun kritikannya dapat
diterima dengan lapang dada, dan hati terbuka oleh pimpinan.
2. Komunikasi horizontal
Bentuk
komunikasi secara mendatar, diantara sesama pegawai dsbnya. Komunikasi
horizontal sering kali berlangsung tidak formal.
Fungsi
komunikasi horizontal/ke samping digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level
yang sama. Komunikasi ini berlangsung dengan cara tatap muka, melalui media
elektronik seperti telepon, atau melalui pesan tertulis.
3. Komunikasi diagonal
Bentuk
komunikasi ini sering disebut juga komunikasi silang. Berlangsung dari
seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang
satu tidak berada pada jalur struktur yang lain.
Fungsi
komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level berbeda
tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain. Melalui jalur
hierarkhi/tingkatan seorang pimpinan harus lebih memperhatikan komunikasi
dengan bawahannya secara baik, sehingga dapat membangkitkan minat dan gairah
kerja disertai komunikasi yang baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam
penerapannya komunikasi dapat dilakukan secara formal dan informal. Umumnya
komunikasi formal ada dalam setiap organisasi dan dapat terjadi antar personal
dalam organisasi melalui jalur hirarkhi dengan prinsip pembagian tugas untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Komunikasi formal merupakan suatu sistem
dimana para anggotanya bekerjasama secara tepat untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Komunikasi formal pada dasarnya berhubungan dengan masalah
kedinasan.
Komunikasi
informal adalah kebalikan dari komunikasi formal biasanya terjadi dengan
spontan sebagai akibat dari adanya persamaan perasaan, kebutuhan, persamaan
tugas dan tanggung jawab. Komunikasi informal pada pelaksanaannya tidak terikat
oleh waktu, ruang dan tempat, kadang-kadang komunikasi informal lebih berhasil,
dan peranannya tidak kalah penting, karena dapat disampaikan setiap saat,
asalkan bermanfaat untuk kemajuan organisasi. Namun penyampaiannya kurang
sistematis, karena pertumbuhan dan penyebarannya tidak teratur. Kadang-kadang
seorang pimpinan selalu beranggapan bahwa keberadaan organisasi informal
merupakan suatu hal yang janggal, yang merupakan akibat gagalnya komunikasi
formal yang memunculkan ketidakstabilan organisasi formal.
Bentuk
komunikasi informal dapat berupa pertemuan yang tidak direncanakan, seperti:
bertemu dan ngobrol di kantin pada jam makan siang, di resepsi, atau pertemuan
lainnya. Komunikasi informal ini mempunyai hal-hal yang positif, seperti:
·
Bila jalan yang ditempuh melalui komunikasi formal melewati
hambatan, dengan terpaksa digunakan komunikasi informal.
·
Dalam suasana konflik dan penuh ketegangan.
·
Sebagai sarana komunikasi.
Dari
kedua bentuk komunikasi tersebut di atas, setiap pimpinan harus dapat
menempatkan diri agar tidak timbul perasaan suka atau tidak tidak suka.
Pimpinan harus mencari dan melaksanakan nilai-nilai positif dari
hubungan-hubungan tersebut. Ukuran sukses tidaknya seorang pimpinan terletak
pada bagaimana pimpinan memadukan nilai positif yang dihasilkan dari komunikasi
formal dan informal.
Agar komunikasi
interpersonal yang dilakukan menghasilkan hubungan interpersonal yang efektif
dan kerja sama bisa ditingkatkan, kita perlu bersikap terbuka dan menggantikan
sikap dogmatis. Kita perlu juga memiliki sikap percaya, sikap mendukung, dan
terbuka yang mendorong timbulnya sikap saling memahami, menghargai dan saling
mengembangkan kualitas. Hubungan interpersonal perlu ditumbuhkan dan
ditingkatkan dengan memperbaiki hubungan dan kerjasama antara berbagai pihak,
tidak terkecuali dalam lembaga pendidikan.
2.3 Komunikasi Efektif Dalam Perkantoran
Di dalam kehidupan
perkantoran, komunikasi efektif ini menjadi sebuah kebutuhan. Banyak aturan
yang harus dilengkapi penjelasan, dimaksudkan agar kesalahpahaman interpretasi
dapat dihindarkan. Apabila salah seorang pegawai kantor merasa belum jelas
dengan informasi yang diterimanya, maka lebih baik meminta penjelasan. Hal ini
disebabkan, komunikasi yang tidak efektif di kantor bisa jadi mengakibatkan
dampak negatif dan kerugian yang serius. Komunikasi efektif di perkantoran akan
sangat membantu peningkatan kinerja dan ketepatan dalam penyelesaian suatu
urusan.
Ada beberapa indikator komunikasi efektif,
ialah:[5]
- Pemahaman, ialah kemampuan memahami
pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator.
- Kesenangan, yakni apabila proses
komunikasi itu selain berhasil menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung
dalam suasana yang menyenangkan kedua belah pihak. Sebenarnya tujuan
berkomunikasi tidaklah sekedar transaksi pesan, akan tetapi dimaksudkan pula
untuk saling interaksi secara menyenangkan untuk memupuk hubungan insani.
- Pengaruh pada sikap, apabila
seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah sesuai
dengan makna pesan itu. Tindakan mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari di perkantoran. Dalam berbagai situasi kita berusaha
mempengaruhi sikap orang lain dan be-rusaha agar orang lain bersikap positif sesuai
keinginan kita.
- Hubungan yang makin baik, bahwa
dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar
hubungan interpersonal. Di perkantoran, seringkali terjadi komunikasi dilakukan
bukan untuk menyampaikan informasi atau mempe-ngaruhi sikap semata, tetapi
kadang-kadang terdapat maksud implisit di sebaliknya, yakni untuk membina
hubungan baik.
- Tindakan, kedua belak pihak yang
berkomunikasi melakukan tindakan sesuai dengan pesan yang dikomunikasikan.
Faktor Pendukung Komunikasi
Efektif :
Secara umum ada beberapa
karakteristik yang diduga dapat mendukung tercapainya komunikasi yang efektif.
1. Komunikator
Dalam proses komunikasi,
komunikator memegang peran yang sangat penting untuk tercapainya komunikasi
efektif. Komunikator se-bagai personal mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap ko-munikan, bukan saja dilihat dari kemampuan dia menyampaikan pesan,
namun juga menyangkut berbagai aspek karakteristik komunikator. [6]
Beberapa karakteristik
komunikator yang efektif, dapat di sebutkan sebagai berikut:
- Kredibilitas
Ialah kewibawaan seorang komunikator di
hadapan komunikan.
- Daya tarik
Hal ini berkenaan dengan keadaan yang
menunjukkan penerima melihat komunikator sebagai seorang yang disenangi dalam
bentuk peranan yang memuaskan.
Alexis Tan mengemukakan bahwa dimensi daya tarik diukur dengan similarity
(kesamaan), familiarity (keakraban) dan proximity (kesukaan). [7]
Satu lagi daya tarik
komunikator, yaitu daya tarik fisik (physical attarctiviness). Artinya,
bahwa daya tarik fisik seorang komunikator, memudahkan tercapainya simpati dan
perhatian dari komunikan.
- Kekuasaan
Artinya seorang
komunikator yang memiliki kekuasaan relatif lebih mudah mempengaruhi
bawahannya. Ada rasa sungkan di kalangan bawahan terhadap komunikator yang
memiliki wewenang atau kekuasaan.
- Kemampuan intelektual
Ialah tingkat kecakapan, kecerdasan, dan
keahlian seorang komunikator.
- Integritas atau
keterpaduan sikap dan perilaku dalam aktivitas perkantoran sehari-hari.
Komunikator yang memiliki keterpaduan, kesesuaian antara ucapan dan tindakannya
akan lebih disegani oleh komunikan.
- Kepercayaan, kalau
komunikator dipercaya oleh komunikan maka akan lebih mudah menyampaikan pesan
dan mempengaruhi sikap orang lain.
- Kepekaan sosial, yaitu
suatu kemampuan komunikator untuk memahami situasi di lingkungan perkantoran.
- Kematangan tingkat emosional
Ialah kemampuan komunikator untuk
mengendalikan emosinya, sehingga tetap dapat melaksanakan komunikasi dalam
suasana yang menyenangkan di kedua belah pihak.
- Berorientasi kepada
kondisi psikologis komunikan, artinya seorang komunikator perlu memahami
kondisi psikologis orang yang diajak bicara.
- Memiliki lingkup
pandangan (frame of reference) dan lingkup pengalaman (field of
experience) tentang diri komunikan. Misalnya bagaimana watak atau
kebiasaan, bagaimana tingkat pendidikannya, apa makanan kesukaannya, kapan
ulang tahunnya, dan sebagainya. Pengetahuan dan pengalaman tentang hal-hal
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk berkomunikasi secara bijak.
2. Pesan
Agar supaya komunikasi efektif, maka cara
penyampaian pesan atau informasi perlu dirancang secara cermat sesuai dengan
karakteristik komunikan maupun keadaan di lingkungan sosial yang bersangkutan.
Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa keberhasilan komunikasi sebagian ditentukan
oleh kekuatan pesan. Dengan pesan,
seseorang dapat mengendalikan sikap dan perilaku komunikan. Agar proses
komunikasi terlaksana secara efektif, maka perlu dipertimbangkan berbagai
teknik sebagaimana diuraikan berikut ini. [8]
Pesan satu sisi (one sided) ataukah
dua sisi (two sided). Hal ini berkaitan dengan cara mengorganisasikan
pesan. Organisasi pesan satu sisi, ialah suatu cara berkomunikasi dimana
komunikator hanya menyampaikan pesan-pesan yang mendukung tujuan komunikasi
saja. Sedangkan pesan dua sisi, berarti selain pesan yang bersifat mendukung,
disampaikan pula counter argument, sehingga komunikan diharapkan
menganalisis sendiri atas pesan tersebut. Apakah dalam menyampaikan pesan itu
diorganisasikan secara satu sisi atau dua sisi, tentulah harus disesuaikan
dengan karakteristik
Sedangkan pesan dua sisi,
secara teoritis lebih efektif dikarenakan pada karakteristik pola komunikasi
sebagai berikut:
a. Pada awalnya
komunikan tidak sepakat dengan komunikator.
b. Komunikan menyadari
argument yang berlawanan sebelum
penyajian pesan, atau sewaktu pesan akan disampaikan.
c. Komunikan memiliki
latar pendidikan yang baik (tinggi)
d. Komunikator
menginginkan kejujuran, keterbukaan, serta objektif dalam pesannya dan tidak
terlalu menghiraukan hasil komunikasi
Dalam menyampaikan pesan,
seorang komunikator tidak perlu terlalu ambisi untuk mencapai hasil segera.
Untuk dapat mempengaruhi komunikan secara efektif, penyampaian pesan perlu
memperhatikan langkah-langkah:[9]
1.
Attention (perhatian) Artinya bahwa pesannya harus dirancang dan
disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian dari
komunikan.
2.
Need (kebutuhan) Artinya bahwa komunikator kemudian berusaha
meyakinkan komunikan bahwa pesan yang disampaikan itu penting bagi komunikan.
3. Satisfaction
(pemuasan), dalam hal ini komunikator memberikan bukti bahwa yang
disampaikan adalah benar.
4. Visualization
(visualisasi) komunikator memberikan bukti-bukti lebih konkret sehingga
komunikan bisa turut menyaksikan.
5. Action
(tindakan), komunikator mendorong agar komunikan bertindak positif yaitu
melak-sanakan pesan dari komunikator tersebut.
Cara penyampaian pesan
memang berpengaruh terhadap keefektifan proses komunikasi. Cara penyampaian
yang baik, akan memudahkan komunikan dalam menerima dan memahaminya.
2.4 Hambatan Komunikasi Efektif Dalam Perkantoran
Roger
Neugebauer
dalam artikelnya ”Communication: A two-way Street” mengungkapkan
beberapa kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam berkomunikasi
dua arah, yaitu:[10]
- Protectiveness (Perlindungan). Pimpinan seringkali tidak memberitahukan informasi tertentu pada pegawainya atau timnya karena takut akan menyakiti hati pegawai. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi pegawai karena pegawai tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan pegawai, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka, memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat mereka.
- Defensiveness (Pertahanan).
- Protectiveness (Perlindungan). Pimpinan seringkali tidak memberitahukan informasi tertentu pada pegawainya atau timnya karena takut akan menyakiti hati pegawai. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi pegawai karena pegawai tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan pegawai, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka, memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat mereka.
- Defensiveness (Pertahanan).
Selain
menahan informasi, seseorang juga bisa saja tidak mau menerima informasi
(menolak untuk mendengar informasi yang disampaikan). Hal ini terjadi jika
mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap orang yang memberi informasi,
mungkin karena orang tersebut telah merendahkan dengan kata-kata yang
menyakitkan.
- Tendency to
evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi).
Jika mendapat informasi
dari seseorang mengenai keburukan orang lain, komunikator cenderung mengambil
sikap yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap sebelum
berkomunikasi dengan orang yang dibicarakan tersebut.
- Narrow
perspectives (Perspektif yang sempit).
Karena jarang meninjau pekerjaan
orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseorang seringkali
dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut
pandang orang lain. Para pegawai, seringkali hanya melihat suatu masalah dari
sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba
memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif
inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut
pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain).
- Mismatched expectations.
Peter Drucker
mengatakan bahwa pikiran manusia seringkali hanya membatasi informasi yang
cocok dengan ekspektasinya. Jika ternyata informasi yang disampaikan tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan, maka orang tersebut cenderung tidak
termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan. Misalnya: jika dalam
rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak diperhatikan, maka pegawai
cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan
pendapat, karena biasanya juga tidak ada follow-up-nya.
- Insufficient time.
Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan informasi
secara menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan segera,
seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan
tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak
lengkap sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.
2.5
Pengertian Kinerja
Menurut Prawirosentono, kinerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral dan etika.
Kinerja pegawai lebih mengarah pada tingkatan
prestasi kerja pegawai. Kinerja pegawai merefleksikan bagaimana pegawai
memenuhi keperluan pekerjaan dengan baik. Mathis dan Jackson
mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak
dilakukan pegawai.
Kinerja pegawai mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain
termasuk:
1. Kuantitas keluaran
2. Kualitas keluaran
3. Jangka waktu keluaran
4. Kehadiran di tempat kerja
5. Sikap kooperatif
Sumber daya manusia sebagai aktor yang
berperan aktif dalam menggerakkan perusahaan /organisasi dalam mencapai
tujuannya. Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para
pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik. Kinerja
perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional
performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance)
terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja pegawai (individual
performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate
performance) juga baik. Kinerja seorang pegawai akan baik bila ia mempunyai
keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi
upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa
depan lebih baik
Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih
dari satu kriteria pekerjaan atau dimensi. Menurut Mathis dan Jackson,
kriteria pekerjan adalah faktor yang terpenting dari apa yang dilakukan orang
di pekerjaannya. Dalam artian, kriteria pekerjaan menjelaskan apa yang
dilakukan orang di pekerjaannya. Oleh karena itu kriteria-kriteria ini penting,
kinerja individual dalam pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar
yang ada, dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap pegawai.
Kinerja perkantoran ialah
gambaran mengenai bagaimana seseorang (baik pimpinan maupun anggota) melakukan
segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan
dalam perkantoran. Dengan demikian ukuran kinerja antara satu orang dengan yang
lainnya bisa jadi saling berbeda, oleh karena tugas dan kewenangan jabatannya
juga tidak sama.
Namun secara mudah dapat
dikatakan bahwa indikator kinerja yang positif adalah sikap, perilaku dan
aktivitas yang secara nyata mendukung pelaksanaan program kerja dan pencapaian
tujuan perkantoran.
Pada hakikatnya standar
kinerja seseorang dalam perkantoran dapat dilihat dari tiga indikator: [11]
- Tugas
fungsional, seberapa baik seseorang menyelesaikan
aspek-aspek pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya
- Tugas
perilaku, seberapa baik seseorang melakukan
komunikasi dan interaksi antarpersona dengan orang lain dalam perkantoran:
ba-gaimana dia mampu menyelesaikan konflik secara sehat dan adil,
bagai-mana ia memberdayakan orang lain, dan bagaimana ia mampu bekerja
sama dalam sebuah tim untuk men-capai tujuan perkantoran.
- Tugas
etika, ialah seberapa baik seseorang mampu bekerja
se-cara profesional sambil menjunjung tinggi norma etika, kode etik
profesi, serta peraturan dan tata tertib yang dianut oleh suatu
perkantoran.
Indikator lain yang
sangat penting untuk melihat kinerja suatu organisasi yaitu keberhasilan
pencapaian target kerja yang telah diprogramkan sebelumnya, apakah semuanya
berjalan sesuai dengan prosedur yang telah dirancang dan apakah telah memenuhi
harapan dan target yang ingin dicapai.
2.6
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal,
PA) adalah proses evaluasi seberapa baik pegawai mengerjakan, ketika
dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan
para pegawai. Penilaian kinerja disebut juga
sebagai penilaian pegawai, evaluasi pegawai, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja
dan penilaian hasil pedoman. Rahmanto mengemukakan bahwa system penilaian
kinerja mempunyai dua elemen pokok, yakni :
1. Spesifikasi pekerjaan yaang harus dikerjakan oleh bawahan dan
criteria yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good
performance) dapat dicapai, sebagai contoh : anggaran operasi, target
produksi tertentu dan sebagainya.
2. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan mengenai
cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan dibandingkan dengan
kriteria yang berlaku sebagai contoh laporan bulanan manager dibandingkan
dengan anggaran dan realisasi kinerja (budgeted and actual performance)
atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka penunjuk atau meteran suatu
mesin.
Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara
informal dan secara sistimatis. Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap
waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan
pegawai memberikan kesempatan bagi kinerja pegawai untuk dinilai. Penilaian
sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan pegawai bersifat
formal,dan sistemnya digunakan secara benar dengan melaporkan kesan dan
observasi manajerial terhadap kinerja pegawai.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian
kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi :
penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan,
terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Pegawai bersama atasan
masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai
dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja pegawai perseorangan pada
gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan.
2.7 Hubungan Antara
Proses Komunikasi dan Kinerja Perkantoran
Banyak ahli komunikasi
yang memiliki kesamaan pandangan mengenai hubungan antara proses
komunikasi dan kinerja perkantoran. Mereka bersepakat bahwa komunikasi efektif
dan tingkat kinerja perkantoran berhubungan secara signifikan. Memperbaiki
komunikasi perkantoran berarti memperbaiki kinerja perkantoran. Pandangan
tersebut mengisyaratkan diterimanya konsep-konsep sebagai berikut:
- Komunikasi merupakan
salah satu unsur penting yang menandai kehidupan di dalam suatu
perkantoran. Ketika perkantoran itu berharap dapat bekerja dalam sebuah
manajemen yang efisien, maka di dalamnya mesti dilakukan langkah-langkah
komunikasi internal secara terencana.
- Komunikasi dapat
digunakan untuk mengubah, mempertahankan, dan meningkatkan kemajuan sebuah
perkantoran.
Perkantoran yang
berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis
dari berbagai komponen. Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling
koreksi, dan terdapat sistem pembagian tugas antarkomponen tersebut.
Suatu perkantoran
dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya, ketika proses
komunikasi antar komponen tersebut dapat diselenggarakan secara harmonis, maka
perkantoran tersebut semakin kokoh dan kinerja perkantoran akan meningkat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan desain penelitian metode deskriptif analitik korelasional
untuk melukiskan secara sistematis, faktual, dan cermat dan berusaha memberikan
gambaran tentang apa saja yang ada hubungannya dengan penelitian kemudian
menganalisanya untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi.12
3.2 Operasional Variabel
Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini
dibedakan menjadi variabel independen dan variabel dependen.
1. Variabel independen (X) merupakan variabel
bebas yang nantinya akan mempengaruhi variabel dependen yaitu komunikasi
interpersonal, dengan indikator :
1.
Frekuensi
tatap muka
2.
Kualitas
hubungan
3.
Tingkat
pemahaman pesan
4.
Perubahan
sikap dan tindakan
2. Variabel dependen (Y) adalah variabel tergantung yang
keberadaannya dipengaruhi variabel lainnya. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah kinerja. Indikator yang dinilai ada empat kelompok yaitu :
1. Hasil kerja atau
target kerja
2. Motivasi Kerja
3. Efektivitas kerja
4. Kerja sama
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Pengertian populasi
menurut Jalaluddin Rakhmat yaitu
kumpulan objek penelitian.13 Dalam hal ini yang
menjadi populasinya adalah jumlah seluruh pegawai Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Palembang yang berjumlah
142 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah
sebagian dari populasi yang akan diteliti, untuk menentukan sampel maka menurut
Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa “Apabila populasi lebih dari 100 orang maka
dapat diambil sampel sebanyak 10%, 15%, 20%, dan 25%, dan apabila kurang dari
100 maka sebaiknya seluruh populasi diambil semua untuk dijadikan sampel.
Dikarenakan populasi dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 100 orang yaitu
142 orang maka berdasarkan pedoman tersebut, penulis mengambil sampel 15% dari
jumlah total populasi menjadi sebanyak 21 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara
simple random sampling dari seluruh populasi, dengan demikian maka peneliti
memberi hak yang sama kepada setiap subjek penelitian untuk memperoleh
kesempatan dipilih menjadi sampel atau responden dalam penelitian.
3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai untuk pengambilan data
adalah :
1.
Kepustakaan
Teknik yang digunakan penulis
dengan pemanfaatan literatur / buku-buku, penelitian-penelitian sebelumnya, dan
telaah dokumen yang terkait dengan permasalahan yang diteliti sebagai suatu
acuan atau pedoman antara hasil yang diperoleh dari lapangan dengan teori
disiplin ilmu yang ada.
2.
Kuesioner
Yaitu dengan cara penyebaran
kuesioner atau angket yang berisi daftar pertanyaan terperinci tentang hal-hal
yang ingin diteliti penulis untuk mendapatkan data kuantitatif tentang
variabel-variabel penelitian.
3.
Observasi langsung
Yaitu suatu teknik pengumpulan data
berdasar pengamatan dan memahami berbagai gejala yang berkaitan dengan objek
penelitian.
3.4.2
Alat Pengumpulan Data
Data dari responden
dikumpulkan dengan memberikan skor untuk alternatif jawaban. Penilaian seluruh
variabel akan menggunakan skala Likert yaitu banyaknya alternatif jawaban
biasanya 3,5,7,9, dan 11. 14 Apabila item
positif, angka terbesar diberikan jawaban Iya, sebaliknya bila item negatif,
angka terbesar diberikan pada jawaban Tidak.
Untuk itu penulis memberi 3 buah
alternatif jawaban dengan skor sebagai berikut :
A = 3
B = 2
C = 1
3.5 Teknik Analisa Data
Cara pengukuran
validitas angket kompetensi menggunakan teknik korelasi dengan r pearson atau
koefisien korelasi product momen pearson dengan taraf signifikan 5%
yaitu dengan rumus :
Dimana :
n adalah banyaknya
pasangan pengamatan
Sx adalah jumlah pengamatan variabel x
Sy adalah jumlah pengamatan variabel y
(Sx2) adalah jumlah
kuadrat pengamatan variabel x
Sxy adalah jumlah hasil kali
variabel x dan y
3.6
Rancangan Uji Hipotesis
Untuk melihat apakah Ha ataupun Ho yang dapat dilihat
dengan perbandingan antara besarnya “r” observasi (ro) dengan besarnya nilai
“r” product moment. Hipotesis diterima jika nilai r tabel < r product
moment.
Sementara itu,
Jalaludin Rakhmat dalam bukunya metode penelitian komunikasi mengemukakan bahwa
tingkat hubungan dapat dinilai dari hasil sebagai berikut :
Kurang dari 0,20 : hubungan rendah sekali
0,20 - 0,40 : hubungan rendah tetapi
pasti
0,40 - 0,70 :
hubungan yang cukup berarti
0,70 - 0,90 :
hubungan tinggi, kuat
> 0,90 : hubungan
sangat tinggi
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.7.1 Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Palembang.
3.7.2
Jadwal Penelitian
Bulan
Kegiatan
|
Januari
2007
|
Februari
2007
|
Maret
2007
|
April
2007
|
Mei
2007
|
Pengajuan Judul
|
X
|
|
|
|
|
Membuat Desain
|
|
X
|
|
|
|
Seminar Desain
|
|
|
X
|
|
|
Usulan Skripsi
|
|
|
X
|
|
|
Pengumpulan Data
|
|
|
X
|
X
|
X
|
Bimbingan
|
|
|
|
|
X
|
Pengelolaan Data
|
|
|
|
|
X
|
Ujian Skripsi
|
|
|
|
|
X
|
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Deskripsi Data
Pada bab ini penulis
akan membahas data yang telah diperoleh melalui penyebaran angket yang
ditujukan kepada pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang guna
mengetahui pengaruh komunikasi interpersonal antar pegawai terhadap kinerja
pegawai. Seperti penjelasan sebelumnya, populasi dalam penelitian ini adalah
pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang, sedangkan sampel yang
diambil adalah 15% dari total populasi yaitu sebanyak 21 orang. Dari jumlah
responden tersebut, semuanya telah mengembalikan angketnya dengan data-data
yang cukup sesuai dengan harapan penulis. Untuk memudahkan analisa data,
penulis menjabarkan data-data tersebut dalam bentuk tabel-tabel yang akan
memberikan gambaran terhadap masalah yang diteliti dan dalam penyajiannya
penulis membaginya sebagai berikut:
Analisa Data Pribadi Responden
Untuk mengetahui data pribadi responden, penulis mengajukan beberapa
pertanyaan yang berkaitan dengan salah satu aspek kehidupan pribadi responden
antara lain : jenis kelamin, usia, pendidikan, status pegawai, tingkat dan
golongan pegawai. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Jenis Kelamin
No.
|
Jenis Kelamin
|
Jumlah (orang)
|
Persentase (%)
|
1.
|
Laki-laki
|
14
|
66,67
|
2.
|
Perempuan
|
7
|
33,33
|
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber : Hasil Penyebaran Angket, April
2007
Berdasarkan
tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki
yaitu sebanyak 14 orang (66,67%) dari total jumlah responden. Sedangkan yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (33,33%).
Tabel 2
Usia Responden
No.
|
Usia Responden (Tahun)
|
Jumlah (orang)
|
Persentase (%)
|
1.
|
20-25
|
8
|
38,1
|
2.
|
26-30
|
7
|
33,33
|
3.
|
31-35
|
4
|
19,05
|
4.
|
36-40
|
1
|
4,76
|
5.
|
>40
|
1
|
4,76
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber : Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Berdasarkan
tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berusia 20-25 tahun sebanyak 8
orang (38,1%), usia 26-30 tahun sebanyak 7 orang (33,33%), usia 31-35 sebanyak
4 orang (19,05%), usia 36-40 tahun dan usia > 40 tahun sebanyak 1 orang
(4,76%).
Tabel 3
Tingkat Pendidikan Responden
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
|
SMP
|
1
|
4,76
|
2.
|
SMA
|
8
|
38,10
|
3.
|
S1
|
12
|
57,14
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber : Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Berdasarkan
tabel diatas dapat dilihat responden yang berpendidikan SMP hanya sebanyak 1
orang (4,76%), SMA sebanyak 8 orang (38,10%), dan sarjana (S1) sebanyak 12
orang (57,14%).
Analisa Data Tentang Komunikasi
Interpersonal Pegawai
Tabel 4
Jawaban responden tentang konsultasi pekerjaan
secara tatap muka antar pegawai
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
|
16
5
-
|
76,19
23,80
-
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Berdasarkan
tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang memberikan alternatif jawaban Ya
sebanyak 16 orang (76,19%), jawaban Kadang-kadang sebanyak 5 orang (23,80 %),
dan tidak ada responden yang menjawab Tidak.
Tabel 5
Jawaban responden tentang keakraban antar
pegawai
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Baik
Cukup
Kurang
|
7
11
3
|
33,33
52,38
14,29
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Berdasarkan
data dari tabel menunjukkan bahwa responden yang menjawab Baik sebanyak 7 orang
(33,33 %), jawaban Cukup sebanyak 11 orang (52,38%), dan yang menjawab Kurang
sebanyak 3 orang (14,29 %).
Tabel 6
Jawaban responden tentang kelancaran proses
komunikasi tanpa hambatan latar belakang, suku, dan budaya
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
|
13
8
-
|
61,9
38,1
-
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Berdasarkan
tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan jawaban Ya sebanyak
13 orang (61,9%), jawaban Kadan-kadang sebanyak 8 orang (38,1 %), dan tidak ada
responden yang memberikan jawaban Tidak.
Tabel 7
Jawaban responden tentang perubahan sikap dan
tindakan setelah terjadi komunikasi interpersonal
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
|
8
10
3
|
38,1
47,62
14,29
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Berdasarkan data
dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden yang memberikan jawaban Ya
sebanyak 8 orang (38,1 %), jawaban Kadang-kadang sebanyak 10 orang (47,62 %),
dan jawaban Tidak sebanyak 3 orang (14,29 %).
Tabel 8
Jawaban responden tentang
kesesuaian pekerjaan dengan tujuan organisasi
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
|
10
10
1
|
47,62
47,62
4,76
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Menurut
data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memberikan jawaban
Ya sebanyak 10 orang (47,62%), Kadang-kadang sebanyak 10 orang (47,62%), dan
yang memberikan jawaban Tidak sebanyak 1 orang (4,76 %).
Tabel 9
Jawaban responden tentang adanya harapan dari
pekerjaannya
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
|
14
7
-
|
66,67
33,33
-
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Menurut
data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memberikan jawaban
Ya sebanyak 14 orang (66,67%), jawaban Kadang-kadang sebanyak 7 orang (33,33
%), dan tidak ada responden yang memberikan jawaban Tidak.
Tabel 10
Jawaban responden tentang pelaksanaan dan
penyelesaian tugas dengan tepat waktu
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
|
7
14
-
|
33,33
66,67
-
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Menurut
data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memberikan jawaban
Ya sebanyak 7 orang (33,33 %), Kadang-kadang sebanyak 14 orang (66,67 %), dan
tidak ada responden yang memberikan jawaban Tidak.
Tabel 11
Jawaban responden tentang kemampuan bekerja
secara individu dan kelompok
No.
|
Jawaban Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
2.
3.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
|
7
11
3
|
33,33
52,38
14,29
|
Jumlah
|
21
|
100
|
Sumber :
Hasil Penyebaran Angket, April 2007
Menurut
data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memberikan jawaban
Ya sebanyak 7 orang (33,33 %), Kadang-kadang sebanyak 11 orang (52,38 %), dan
yang memberikan jawaban Tidak sebanyak 3orang (14,29 %).
4.1.2
Pengujian Persyaratan Analisis
Berikut ini tabel
nilai tabulasi dari data angket dan tabulasi jawaban responden serta nilai
variabel bebas (x) dan nilai variabel terikat (y) yang disebarkan kepada 21
responden sebagai berikut :
Tabel 12
Tabulasi Data Dari Angket
Responden
|
Variabel
Bebas
(X)
|
Variabel
Terikat
(Y)
|
||||||
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
|
1
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
1
|
3
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
2
|
4
|
3
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
2
|
5
|
2
|
3
|
3
|
1
|
2
|
3
|
2
|
2
|
6
|
3
|
3
|
3
|
1
|
2
|
3
|
3
|
3
|
7
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
1
|
8
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
9
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
10
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
11
|
3
|
1
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
12
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
3
|
1
|
13
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
14
|
3
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
15
|
3
|
2
|
3
|
2
|
3
|
3
|
2
|
3
|
16
|
2
|
1
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
17
|
2
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
2
|
3
|
18
|
3
|
1
|
3
|
1
|
1
|
3
|
3
|
3
|
19
|
3
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
20
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
21
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
3
|
Tabel 13
Tabulasi Jawaban Responden
Responden |
Variabel
Bebas
(X)
|
Variabel
Terikat
(Y)
|
Jumlah
(X)
|
Jumlah
(Y)
|
||||||
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
|||
1
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
11
|
11
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
1
|
9
|
8
|
3
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
2
|
10
|
10
|
4
|
3
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
2
|
10
|
9
|
5
|
2
|
3
|
3
|
1
|
2
|
3
|
2
|
2
|
9
|
9
|
6
|
3
|
3
|
3
|
1
|
2
|
3
|
3
|
3
|
10
|
11
|
7
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
1
|
10
|
8
|
8
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
10
|
10
|
9
|
3
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
10
|
9
|
10
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
11
|
11
|
11
|
3
|
1
|
2
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
9
|
9
|
12
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
3
|
1
|
11
|
9
|
13
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
11
|
9
|
14
|
3
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
9
|
8
|
15
|
3
|
2
|
3
|
2
|
3
|
3
|
2
|
3
|
10
|
11
|
16
|
2
|
1
|
3
|
3
|
3
|
2
|
2
|
2
|
9
|
9
|
17
|
2
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
2
|
3
|
10
|
11
|
18
|
3
|
1
|
3
|
1
|
1
|
3
|
3
|
3
|
8
|
10
|
19
|
3
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
10
|
11
|
20
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
8
|
8
|
21
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
2
|
3
|
11
|
11
|
J U M
L A H
|
206
|
202
|
Tabel 14
Nilai Variabel Bebas (X) dan Nilai Variabel Terikat
(Y)
Nomor
|
X
|
Y
|
X2
|
Y2
|
XY
|
1
|
11
|
11
|
121
|
121
|
121
|
2
|
9
|
8
|
81
|
64
|
72
|
3
|
10
|
10
|
100
|
100
|
100
|
4
|
10
|
9
|
100
|
81
|
90
|
5
|
9
|
9
|
81
|
81
|
81
|
6
|
10
|
11
|
100
|
121
|
110
|
7
|
10
|
8
|
100
|
64
|
80
|
8
|
10
|
10
|
100
|
100
|
100
|
9
|
10
|
9
|
100
|
81
|
90
|
10
|
11
|
11
|
121
|
121
|
121
|
11
|
9
|
9
|
81
|
81
|
81
|
12
|
11
|
9
|
121
|
81
|
99
|
13
|
11
|
9
|
121
|
81
|
99
|
14
|
9
|
8
|
81
|
64
|
72
|
15
|
10
|
11
|
100
|
121
|
110
|
16
|
9
|
9
|
81
|
81
|
81
|
17
|
10
|
11
|
100
|
121
|
110
|
18
|
8
|
10
|
64
|
100
|
80
|
19
|
10
|
11
|
100
|
121
|
110
|
20
|
8
|
8
|
64
|
64
|
64
|
21
|
11
|
11
|
121
|
121
|
121
|
Jumlah
|
206
|
202
|
2.038
|
1.970
|
1.992
|
Berarti nilai variabel :
X = 206
Y = 202
X2 =
2.038
Y2 =
1.970
XY = 1.992
4.1.3
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, penulis menggunakan korelasi
product moment sebagai berikut :
rxy =
=
=
=
=
rxy = 0,486
Berdasarkan hitungan di
atas pada akhirnya diketahui rxy = 0,486. Untuk indeks korelasi
sebesar 0,486 dan apabila diinterpretasikan dengan tabel interpretasi nilai r,
maka indeks korelasi yang didapat dari hasil perhitungan tersebut di atas
menunjukkan adanya korelasi yang kuat (tinggi) antara variabel X yaitu
komunikasi interpersonal pegawai dengan variabel Y yaitu tingkat kinerja
pegawai.[12]
Tabel 15
Tabel interpretasi nilai
r
Besarnya nilai r
|
Interpretasi
|
0,800 – 1, 00
0,600 – 0,800
0,400 – 0,600
0,200 – 0,400
0,000 – 0,200
|
Tinggi
Cukup
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah
|
Apabila indeks korelasi tersebut
diinterpretasikan dengan melihat pada tabel nilai “r” product moment,
maka hubungan (korelasi) antara kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut
:
-
Hipotesis alternatif (Ha)
: Terdapat korelasi positif yang meyakinkan antara pengaruh komunikasi
interpersonal pegawai (variabel X) degan tingkat kinerja pegawai (variabel Y)
-
Hipotesis Nol (Ho) : Tidak terdapat korelasi positif
yang meyakinkan antara pengaruh komunikasi interpersonal pegawai (variabel X)
degan tingkat kinerja pegawai (variabel Y)
Untuk melihat apakah Ha ataupun Ho yang dapat dilihat dengan
perbandingan antara besarnya “r” observasi (ro) dengan besarnya nilai “r”
product moment, dengan terlebih dahulu mengetahui derajat kebebasan (db) dengan
rumus sebagai berikut :
db
= N – nr
db
= derajat kebebasan
N
= jumlah sampel
nr
= banyaknya variabel yang
dikorelasikan
Dengan demikian dapat
diketahui bahwa derajat kebebasannya adalah 21–2 = 19. Pada derajat kebebasan
19 dengan taraf signifikan 95% = 0,456. Sehingga dapat ditafsirkan : 0,456 <
0,486 sehingga hipotesis Ha diterima. Selanjutnya dibuktikan melalui koefisien
determinant yaitu rxy2 = 0,4862 x 100% = 65,12
%. Persentase pengaruh variabel X terhadap variabel Y adalah sebesar 65,12 %
dan sisanya sesesar 34,88 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk
dalam penelitian ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan positif antara komunikasi
interpersonal pegawai dengan tingkat kinerja pegawai namun agak rendah yaitu
dengan indeks koefisien korelasi sebesar rxy =0,486
2. Kualitas hubungan atau keakraban
masih kurang terjalin dengan baik karena menurut perhitungan sebanyak 52,38 %
responden menyatakan keakraban dalam taraf cukup dan masih terdapat responden
yang menyatakan kurang baik.
3. Efisiensi kerja pegawai masih kurang maksimal yaitu
sebanyak 66,67 % dari total responden hanya kadang-kadang saja menyelesaikan
tugas secara tepat waktu.
4. Kerja sama antar pegawai masih belum maksimal karena
masih terdapat responden yang belum bisa bekerja secara tim yaitu sebesar 52,38
% responden menjawab hanya kadang-kadang saja dapat bekerja secara individu dan
kelompok.
5.2 Saran
1.
Kegiatan-kegiatan yang melibatkan semua
karyawan seperti acara arisan darma wanita karyawan dan koperasi perlu
dimaksimalkan lagi fungsinya sehingga kualitas hubungan antar pegawai dalam
mendukung kinerja karyawan.
2.
Perlu diberikan pembinaan
dan pelatihan terhadap karyawan misalnya mengadakan diklat-diklat dan pemberian
sanksi yang tegas seperti teguran lisan dan tertulis bagi karyawan yang kurang
disiplin dalam bekerja guna meningkatkan efisiensi kerja masing-masing
karyawan.
3.
Perlu ditingkatkan
hubungan kerja sama antar karyawan secara keseluruhan sehingga tidak terbatas
atau terkotak-kotak pada masing-masing fungsi, misalnya membuat program kerja
yang melibatkan keaktifan dari semua fungsi unit kerja.
[1]
Emilia, dr. Ova, M.Med.Ed, Ph.D., SpOG. Dkk,
2006, Modul Pelatihan Keterampilan Presentasi, Yogyakarta:UGM (http://ppkb.ugm.ac.id/pdf/Guidelines/modulbassindonesia.pdf,
diakses 20 Desember 2006)
[2] Emilia,
dr. Ova, M.Med.Ed, Ph.D., SpOG. Dkk,
2006, Modul Pelatihan Keterampilan Presentasi, Yogyakarta:UGM (http://ppkb.ugm.ac.id/pdf/Guidelines/modulbassindonesia.pdf,
diakses 20 Desember 2006)
[3] _____________ Proses Komunikasi, 2006, (http://www.dim.esdm.go.id/makalah/PrOsesKomNew.pdf,
diakses 20 Desember 2006)
[5] Suranto AW,
2006, Komunikasi Efektif Untuk Mendukung Kinerja Perkantoran
(http://www.google.com/komunikasi/2006)
[7] Tan, Alexis.
1981. Mass Communication Theories and Research. Ohio Columbus: Grid
Publishing Inc, hal 105
[9] Suranto
AW, 2006, Komunikasi Efektif Untuk Mendukung Kinerja Perkantoran
(http://www.google.com/komunikasi/2006)
[10] Sembel, Roy PhD, 2005, Bagaimana
Membangun Komunikasi Dua Arah, (http://www.wordpress.com, diakses 20
Januari 2007)
[11] Suranto AW, 2006, Komunikasi
Efektif Untuk Mendukung Kinerja Perkantoran
(http://www.google.com/komunikasi/2006)
[12] Arikunto, Suharsimi,
Prosuder Suatu Penelitian Suatu Pendekaatan Prakti, Rineka Cipta, Jakarta,
1991, hal.209
Tidak ada komentar:
Posting Komentar