Contoh Proposal Penelitian Kuantitatif
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Tidak jarang dijumpai, awal dari kesuksesan
seseorang adalah dengan membaca, sehingga ada sebuah istilah “Membaca adalah Jendela
Dunia”. Pernyataan ini menjelaskan bahwa pentingnya membaca bagi Prestasi
seseorang. Contoh orang sukses yang diawali dengan membaca, Negara maju yang
masyarakatnya gemar membaca. Agar kehidupan manusia berlangsung dinamis, Allah
SWT menciptakan manusia pada awalnya dalam kondisi buta ilmu pengetahuan.
Tetapi manusia memiliki fitrah ingin tahu, dan Allah meberikan manusia sarana
belajar yaitu hati, mata, akal, dan telinga. Manusia yang belajar dengan
menggunakan sarananya secara baik, akan memiliki ilmu yang luas dan dalam.
Mereka akan menguasai kunci-kunci untuk membangun dan memanfaatkan alam semesta
dengan sebaik-baiknya.
Akan tetapi, gelombang meterialistik yang
destruktif, yang begitu gencar melanda, telah membuat banyak anak-anak kita
tidak terarahkan secara baik. Banyak diantara mereka yang malas membaca. Tidak
hanya dijenjang sekolah yang lebih rendah, bahkan sampai diperguruan tinggi
pun, minat membaca sangat rendah. Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi
kualitas ilmu mereka. Padahal potensi otak manusia sangat dahsyat. Dalam
berbagai penelitian ditunjukkan, bahwa tingkat pemanfaatan potensi otak
manusia, baru mencapai sepuluh sampai dua puluh persen.
“Tiada hari tanpa membaca”.
Kalimat itu jelas taka sing menjadi kredo (kepercayaan, keyakinan) yang
menjejali berbagai ruang pencerahan di negeri kita. Sayangnya, bagsa kita
memang memiliki kebebalan rasa yang sudah sedemikian parah. Beribu kredo,
slogan, motto berderet, semua hanya menjadi pajangan.
Akan tetapi membaca memang sebuah kebutuhan.
Dengan membaca seseorang dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan,
terangsang kreativitasnya, mendorong timbulnya keinginan untuk dapat berpikir
kritis dan sistematis, memperluas, dan memperkaya wawasan serta membentuk
kepribadian yang unggul dan komptitif.Lebih dari itu, membaca secara tidak
langsung juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, anda harus
paham, bahwa tingkat kesejahteraan itu tidak hanya diukur dari rumah-rumah yang
megah, mobil yang kinclong, ataupun pakaian rancangan para desainer kondang.
Percayakan anda, bahwa ada sepasang suami isteri bertitel Doktor, yang memiliki
karier lumayan mentereng, ternyata tak memiliki apa-apa selain koleksi buku
yang mencapai ribuan judul jumlahnya. Bahkan rumahpun masih mengontrak. Padahal
gaji mereka, anda bisa menebak, mencapai belasan juta rupiah. Jadi, kebiasaan
membaca merupakan cermin masyarakat yang sejahtera. Kok bisa? Karena dengan
membaca wawasan masyarakat akan semakin luas. Masyarakat yang berwawasan, mudah
bersikap proaktif terhadap perkembangan zaman. Mereka akan peka terhadap
kebutuhan hidunya, oleh karenya, di era millennium ini, agar bagsa kita bisa
menjadi bangsa yang tangguh, membaca menjadi prasyarat yang mutlak diperlukan.
Tidak hanya penting, tetapi juga mendesak. Karena mambaca adalah kunci
membangun peradaban.
Sedangkan
anda tahu, proses memilki ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari proses
belajar. Padahal proses belajar itu sebagian besar merupakan proses membaca.
Ilmu pengetahuan yang berkembang secara cepat, itu tidak mungkin lagi dapat
dikuasai melalui proses mendengar atau transisi dari sumber ilmu pengetahuan
(guru) akan tetapi harus melalui proses mambaca. Menurut Tilar (1999), proses membaca adalah proses
memberikan arti kepada dunia (Give meaning to the world). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang gemar
membaca atau (Reading society) akan
melahirkan masyarakat yang belajar(Learning Society).
Payahnya minat baca anak bangsa, Rendahnya
kemampuan berbahasa yang meliputi aspek mendengarkan, membaca, menulis, dan
berbicara juga berarti rendahnya kemampuan mebaca. Dengan kemampuan membaca
yang rendah, kemungkinan besar minat baca yang dimilikipun rendah. Tingginya
presentasi angak bebas buta huruf di Indonesi, yakni sebesar 87% ternyata juga
tidak menjamin tingginya minat baca serta kebiasaan membaca di masyarakat kita.
Kemampuan baca seseorang dipengaruhi oleh
kesiapan membacanya. Kesapan membaca seseorang dipengaruhi oleh factor
lingkungannya. Membaca merupakan proses komunikasi. Membaca dapat juga
dikatakan sebagai suatu kerja yang aktif dan interaktif sebagai proses memahami
makna, yang akan menjadikan seseorang tertantang untuk terus berpikir. Buku
menjadi bekal bagi mereka untuk menjadi anak yang berhasil, buku itulah
kuncinya. Kita harus menanamkan pada anak bahwa buku itu segalanya. Jadi kita
harus berusaha membuat buku itu menarik.
Membaca
bisa menjadikan kaya pengetahuan, berkembang intelegensinya, kemampuan
konsentrasi serta komunikasinya. Membaca juga bisa menjadikan bijak dan
mengubah suasana hati seseorang, menjadikan seseorang mampu menghargai dan
tidak mudah meremehkan orang lain. (Elly Damaiwati.
Karena buku senikmat susu. 2007. Surakarta: Indiva Media Kreasi)
Perilaku membaca mahasiswa psikologi
berbeda-beda, ada yang ketika kuliah berlangsung, ada yang membaca ketika di
rumah, ataupun ada yang membaca melalui diskusi tatapi aktivitas ini sangat
minim dilakukan. Lebih banyak mahasiswa psikologi yang memilih
berbincang-bincang dengan temannya saat menunggu Dosen atau di tempat lain dari
pada membawa buku dan membaca.
Rendahnya minat membaca mahasiswa fakultas
psikologi terlihat dari minornya mahasiswa psikologi yang mengunjungi
perpustakaan UIN Malang untuk meminjam maupun membaca buku-buku.
Sering
dijumpai mahasiswa psikologi yang tidak bisa menjelaskan tentang sejarah maupun
teori-teori besar yang sangat penting dalam ilmu psikologi (Great Theory).
Indeks prestasi tertinggi mahasiswa psikologi
pada rekap nilai wisudawan tahun 2008 adalah 3,61. Bila dibandingkan dengan fakultas
tarbiyah (PAI) yang indeks prestasi tertinggi 3,98, menunjukkan bahwa mahasiswa
psikologi tertinggal beberapa point dengan fakultas yang lain.
Jarang dijumpai mahasiswa psikologi yang
membawa buku-buku bacaan waktu masuk kuliah. Hanya beberapa orang saja yang
membawa buku sesuai dengan mata kuliah yang diikuti sedangkan yang lain
biasanya hanya membawa binder atau buku tulis.
Dari informasi-informasi yang kami peroleh
diatas, mengenai keterkaitan antara orang-orang yang sukses dengan aktivitas
membacanya yang terus-menerus. Hal tersebut membuat kami tertarik untuk
meneliti “Kebiasaan Membaca Mahasisiswa psikologi dan Prestasi Belajar
Mahasiswanya” untuk mengetahui hubungan antara keduanya.
1.
Perumusan
Masalah
Dari gambaran diatas, terdapat beberapa permasalahan
yang bisa kami ajukan, diantaranya:
a. Bagaimana perilaku (kebiasaan) membaca
mahasiswa psikologi?
b. Bagaimana prestasi belajar mahasiswa
psikologi?
c. Adakah korelasi antara tingkat kebiasaan
membaca dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi?
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, kami mempunyai beberapa
tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kebiasaan membaca
mahasiswa psikologi
b. Untuk mengetahui prestasi belajar
mahasiswa psikologi.
c. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
korelasi antara kebiasaan membaca dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi.
1. Manfaat Penelitian
- Manfaat teoritis
Adanya penelitian ini diharapkan mampu
memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu psikologi, khususnya psikologi
pendidikan dan psikologi belajar dalam mengembangkan ilmu dibidang tersebut.
- Manfaat praktis
a. Bagi pihak bidang kemahasiswaan
(Akademik), khususnya BAK Fakultas Psikologi dapat mengetahui kebiasaan membaca
mahasiswa psikologi sehingga bisa dijadikan sebagai bahan untuk
pembenahan-pembenahan kurikulum kedepannya.
b. Bagi pihak Pengurus Perpustakaan, hasil
dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menciptakan
lingkungan atau kondisi yang nyaman untuk membaca sehingga minat membaca
mahasiswa bisa meningkat.
c. Hasil dari Penelitian ini dapat memberikan
pemahaman Bagi Mahasiswa, khususnya mahasiswa psikologi UIN Malang tentang
kebiasaan membaca dan prestasi belajar sehingga mereka mampu untuk melihat
realita yang ada.
1. Kajian Teori
a. Pengertian dari Perilaku (kebiasaan)
membaca
Membaca
adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengaradalah 2 cara paling umum untuk
mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor.
Sebagian
besar kegiatan membaca sebagian besar dilakukan dari kertas. Batu atau kapur di sebuah papan tulis bisa juga dibaca. Tampilan komputer dapat pula dibaca.
Membaca dapat menjadi sesuatu yang dilakukan
sendiri maupun dibaca keras-keras. Hal ini dapat menguntungkan pendengar lain,
yang juga bisa membangun konsentrasi kita sendiri.
Salah satu unsur penting dalam Manajemen Diri
adalah membangun kebiasaan untuk terus menerus belajar atau menjadi manusia
pembelajar yang senantiasa haus akan informasi dan pengetahuan.
Hal
ini seperti yang dikatakan oleh Henry Ford, pendiri General Motors yang
mengatakan bahwa “Anyone who stops
learning is old, whether at twenty or eighty. Anyone who keeps learning
stays young. The greatest thing in life is to Keep your mind young.”
Tidak peduli berapapun usia kita, jika kita
berhenti belajar berarti kita sudah tua, sedangkan jika senantiasa
belajar kita akan tetap awet muda. Karena hal yang terbaik di dunia akan kita
peroleh dengan memelihara pikiran kita agar tetap muda.
Salah satu cara paling efektif untuk belajar
adalah dengan membaca. Namun sayangnya sebagian besar kita tidak pernah punya
waktu untuk membaca. Alasan utama yang sering kita sampaikan adalah kesibukan
pekerjaan. Kita terjebak dalam rutinitas dan tekanan pekerjaan sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk mengasah gergaji kita, seperti yang diceritakan oleh
Stephen Covey dalam bukunya”The 7 Habits of Highly Effective People” sebagai
berikut:
Andaikan saja Anda bertemu seseorang yang
sedang terburu-buru menebang Sebatang pohon di hutan.
“Apa yang sedang Anda kerjakan?”
Anda bertanya.
“Tidak dapatkah Anda melihat?”
demikian jawabnya dengan tidak sabar.
“Saya sedang menggergaji pohon
ini.”
“Anda kelihatan letih!” Anda
berseru. “Berapa lama Anda sudah mengerjakannya?”
“Lebih dari lima jam,” jawabnya,
“ dan saya sudah lelah! Ini benar-benar kerja keras.”
“Nah, mengapa Anda tidak
beristirahat saja beberapa menit dan mengasah
Gergaji itu?” Anda bertanya. “Saya yakin Anda
akan dapat bekerja jauh lebih cepat.”
“Saya tidak punya waktu untuk
mengasah gergaji,” orang itu berkata dengan tegas. “Saya terlalu sibuk
menggergaji.”
Bahkan menurut Covey, kebiasaan mengasah
gergaji merupakan kebiasaan yang paling penting karena melingkupi
kebiasaan-kebiasaan lain pada paradigma tujuh kebiasaan manusia efektif.
Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan aset terbesar yang kita miliki yaitu
diri kita. Kebiasaan ini dapat memperbarui keempat dimensi alamiah kita –
fisik, mental, spiritual, dan sosial/emosional.
Membaca merupakan salah cara kita untuk
memperbaiki dan meningkatkan efektifitas diri kita. Meskipun kita memiliki
“keterbatasan waktu”, kita tetap perlu mengasah gergaji kita. Caranya adalah
dengan menguasai cara membaca yang efektif sehingga waktu yang kita gunakan
menjadi efisien.
b. Berbagai bentuk atau pola membaca
seseorang
Kebanyakan model teoritis yang ada mengenai
proses membaca mencoba menjawab pertanyaan bagaimana orang mengenali kata-kata
yang tercetak dalam bacaan. Karena itu, hamper semua model terfokus pada
pertanyaan-pertanyaan berikut (Wolf dkk 1988: dalam Gleason dan Ratner 1998:
425).
1. Apakah kata dikenali dengan mengakses
representasi kata itu secara keseluruhan, ataukah dengan mengakses fitur-fitur
seperti bentuk huruf, gabungannya menjadi suku, kemudian kata dan sebagainya?.
2. apakah kata dikenali dengan akses langsung
ke makna ataukah melewati wujud fonologisnya?
3. Apakah pengenalan kata itu menyangkut
proses yang berseri ataukah proses yang simultan?
4. Apakah pengenalan kata itu terutama
dibantu oleh konteks (dari atas ke bawah) ataukah dari bawah ke atas? Ataukah
merupakan interaksi antara kedua-duanya?
5. apakah pengenalan kata itu terjadi melalui
aktivasi atau melalui pencarian di kamus mental kita?”
Berikut adalah beberapa model yang menjawab
sebagian dari pertanyaan-pertanyaan diatas.
1.
Model atas
ke bawah
Smith (1971, dalam Gleason dan Ratner
1998;426) mengajukan model atas ke bawah yang prototipikal. Dalam model ini,
representasi yang mewakili kata dalam memori kita adalah fitur-fitunya seperti
garis lurus, setengah lingkaran, dan letaknya. Pada waktu sebuah kata dibaca,
fitur-fitur ini bermunculan, tetapi hanya fitur-fitur yang cocok, persis dengan
apa yang ada dalam leksikon mental itulah yang akhirnya dipilih. Akan tetapi,
retrival fitur-fitur ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita miliki dan
konteks dimana kata itu dipakai. Seandainya kata yang tertulis dalam suatu
kalimat anting seperti pada kata “Kucing itu sedang dikejar anting” maka tidak
mustahil bahwa pembaca akan menafsirkan kata anting sebagai salah cetak.
Pemakaian konteks sebagai pembantu
menimbulkan kontroversi karena dari penelitian yang lain ditemukan bahwa orang
hanya menerka 1 dari 4 kata dalam konteks dimana kata itu dipakai. Sebaliknya,
fitur yang membentuk kata banyak mendapat dukungan karena wujud dan macam huruf
(font) seperti apapun yang dipakai, kita tetap saja bisa membacanya.
1.
Model
bawah ke atas
Landasan dasar untuk model yang disebut juga
sebagai model yang berdasarkan stimulus, adalah bahwa rekognisi terjadi secara
diskrit, berhierarki, dan bertahap. Informasi yang ada pada suatu tahap
dimanfaatkan untuk membangun tahap berikutnya. Karena itu pada tahap ini ada
tahap sensori, tahap rekognisi, dan tahap interpretasi. Bila ditemukan makna
dari kata itu, maka selesailah sudah proses interpretasi kata itu. Seandainya
kata yang dibaca tidak ditemukan maknanya, maka pembaca dapat menolak kata itu
sebagai kata bahasa Indonesia, atau dia akan bertanya kepada orang lain, atau
melihat dikamus, untuk mengetahui makna kata itu.
Ada beberapa model lain seperti model
Whole-Word, model component-letter, dan model lagogen yang menangani
aspek-aspek lain dalam membaca yang akan terlalu rinci untuk disajikan disini
(Lihat Gleason dan Ratner 1998: 427-436).
Tentunya, membaca bukan berhenti pada
rekognisi kata demi kata saja tetapi mencakup berkaitan antara satu kata dengan
kata lain. Hal ini berarti bahwa membaca merupakan suatu proses yang kompleks
karena ia menyangkut berbagai kemampuan linguistic dan pengetahuan yang
ekstralinguistik.
(Psikolinguistik. Pengantar pemahaman
bahasa manusia. soenjono dardjowidjojo. 2003. Jakarta: yayasan obor Indonesia).
Cara membaca yang menyenangkan
Membaca berasal dari kata dasar baca yang
artinya memahami arti tulisan. Membaca adalah salah satu proses yang sangat
penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Tanpa bisa membaca, manusia
dapat dikatakan tidak bisa hidup di zaman sekarang ini. Sebab hidup manusia
sangat bergantung pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dan untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan itu, salah satunya dengan cara membaca.
Di zaman sekarang ini, nampaknya sebagian
besar pelajar kurang memiliki minat membaca, terutama membaca buku pelajaran.
Ini diakibatkan oleh karena sebagian pelajar tidak memiliki metode dalam
membaca, sehingga pada saat membaca timbul rasa malas, bosan, dan mengatuk.
Simak deh tip-tip di bawah ini supaya tercipta suasana membaca yang menyenangkan.
Persiapan Sebelum Membaca
1. Pilihlah waktu yang menurut kita sesuai
untuk membaca. Waktu yang sesuai disini adalah waktu dimana tidak terdapat
gangguan, baik dari luar maupun dari dalam diri kita. Waktu yang sesuai disini
hanya kita sendiri yang tahu kapan. Namun, sebagain besar orang percaya bahwa
waktu yang baik untuk membaca, khususnya buku pelajaran, adalah di pagi hari.
2. Pilihlah tempat dan suasana yang sesuai
untuk membaca, yaitu tempat yang terang, sejuk, bersih, nyaman, tenang dan
rapih menurut kita sendiri.
3. Pastikan posisi membaca kita adalah posisi
yang benar. Posisi yang benar pada waktu membaca adalah duduk dengan posisi
badan tegak, tidak bungkuk, dan pastikan jarak antara buku dengan mata kita
kurang lebih 30cm.
4. Siapkan juga hal-hal yang biasanya
membantu kita dalam membaca, seperti pensil atau spidol.
5. Ada baiknya sebelum belajar kita berdoa
terlebih dahulu sesuai dengan kepercayaan masing-masing supaya ilmu yang kita
dapat bermanfaat.
c. Berbagai Jenis Membaca
Terdapat 3 cara umum membaca di dalam
kehidupan sehari-hari dilihat dari apa tujuan proses membaca tersebut.
1. Membaca sebagai hiburan tanpa perlu
memeras otak terlalu keras. Bacaan yang mengandung unsur hiburan disini
contohnya novel, cerpen, komik, majalah ringan dll.
2. Membaca untuk memperoleh ilmu pengetahuan
yang tujuannya adalah mencari dan memahami ilmu yang terkandung dalam bacaan
tersebut.
3. Membaca kritis. Membaca disini sama dengan
membaca untuk mencari ilmu. Namun membaca disini diikuti oleh proses menelaah
isi bacaan tersebut, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan apa itu?, mengapa
bisa terjadi?, oleh siapa?, kapan?, dimana? dan bagaimana itu bisa terjadi?
Dalam membaca kritis, kita membuat bacaan sebagai lawan yang harus dikalahkan
dengan cara mengetahui dan memahami seluruh isinya.
Belajar dengan menggunakan metode membaca
kritis akan menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Kita tidak hanya
diminta untuk memahami isi bacaan tapi juga diajak berpikir kreatif mengenai
isi tersebut. Tertarik dengan membaca kritis? Simak deh aturan main dalam
membaca kritis di bawah ini :
a. Melakukan survei isi buku. Langkah awal
yang harus kita lakukan adalah membaca terlebih dahulu bahan bacaan secara
sepintas pada bagian-bagian tertentu saja. Tujuannya adalah mendapatkan gambaran
umum mengenai bacaan tersebut. Bagian-bagian yang perlu diperhatikan adalah:
- Paragraf awal, paragaraf akhir dan juga
beberapa paragraph di tengah
- Bagian daftar isi, gambar-gambar, tabel dan
grafik yang memiliki gambaran umum mengenai bacaan tersebut.
- Soal-soal yang mungkin terdapat dalam
bacaan tersebut.
b. Membuat pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
ini biasanya akan timbul pada saat kita melakukan survei. Jika tidak terdapat
pertanyaan, usahakan cari apa yang kita tidak mengerti, minimal ada sebuah kata
yang kita tidak tahu artinya dan beri tanda pada bagian-bagian yang tidak
dimengerti tersebut.
c.
Membaca, merupakan langkah dominan dalam
metode ini. Membaca disini sebagai langkah untuk mencari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses survei. Baca dengan teliti dan
seksama paragraf demi paragraf, bagian demi bagian untuk menangkap pokok-pokok
pikiran dari tiap bagian. Usahakan jangan pindah bagian jika kita belum
mengerti dan memahami bagian tersebut.
d. Evaluasi. Merupakan langkah dimana terdapat
pertanyaan apakah kita sudah menguasai bahan? Yakinkan bahwa kita sudah
memahami bahan bacaan tersebut. Jika belum, coba cari apa yang anda tidak
mengerti dan temukan jawabannya.
e. Meninjau ulang. Merupakan langkah terakhir
kita dalam membaca kritis. Cobalah kita tutup dulu bukunya, kemudian pikirkan
apa yang sudah didapat dari bacaan tersebut. Tuliskan hasil pikiran tersebut
dalam secarik kertas, dan bandingkan dengan apa yang terdapat pada buku bacaan.
d. Factor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi Belajar Dipengaruhi Oleh Dua Faktor,
Internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor
internal, yakni kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab
utama problema belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa
strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian reinforcement yang tidak
tepat.
Disfungsi
neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga dapat
menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat
menyebabkan fungsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan
belajar antara lain adalah faktor genetik, luka pada otak karena trauma fisik
atau karena kekurangan oksigen, biokimia yang hilang, biokimia yang dapat
merusak otak, gizi yang tidak memadai, dan pengaruh-pengaruh psikologis dan
sosial yang merugikn perkembangan anak (Deprivasi lingkungan).
Belajar sebagai proses atau aktifitas disyaratkan
oleh banyak sekali ha-hal atau factor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar itu adalah banyak sekali macamnya, terlalu banyak untu disebutkan satu
per satu. Umtuk memudahkan pembicaraan dapat dilakukan klasifikasi demikian :
1. Faktor yang berasal dari luar diri
pelajar, dan ini masih lagi dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan
catatan bahwa overlapping tetap ada, yaitu :
a. Factor-faktor non social, dan
b. Faktor-faktor social
2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
si pelajar, dan inipin dapat lagi digolongkan lagi menjadi dua golongan, yaitu
:
a. Faktor-faktor fisiologis, dan
b. Faktor-faktor psikologis.
Faktor-faktor
Non Sosial Dalam Belajar. Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang
jumlahnya, seperti misalnya : keadaan udara, suhu udsara, cuaca, waktu )pagi,
atau siang, ataupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang
dipakai untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga,
dan sebagainya yang bias kita sebut sebagai alat-alat pelajaran).
Semua factor yang telah disebutkan diatas
itu, dan juga factor-faktor yang belum disebutkan harus kita atur sedemikin
rupa, sehingga dapat membantu (menguntungkan) proses/perbuatan belajar secara
maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi
syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau
jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran
harus seberapa mungkin diusahakan untuk memenuhi syarat menurut pertimbangan
psikologis.
Faktor-faktor
Sosial Dalam Belajar. Faktor-faktor social disini
adalah factor manusia (sesame manusia), baik manusia itu ada (hadir) mauoun
kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran
orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali mengganggu
belajar itu.
Factor-faktor Fisiologis Dalam Belajar. Faktor-faktor fisiologis ini masih dapat lagi dibedakan menjadi
dua macam, yaitu :
a. Tonis jasmani pada umumnya
Dapat dikatakan melatarbalakangi aktifitas
belajar, keadaan jasmani yang segar akan lagi pengaruhnya dengan keadaan
jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari
pada yang tidak lelah. Dalam hubugan dengan hal ini ada dua hal yang perlu
dikemukakan .
1. Nutrisi harus cukup karena kekurangan
kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya
dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan sebagainya. Terlebih-lebih
bagi anak-anak yang masih terlalu muda, pengaruh itu besar sekali. HAsil-hasil
penyelidikan Danziger, Paul Lazarsfeld, Netschareffe, Else Liefmann,
Holingworth, Baldwin yang dikutip oleh Ch. Buhler (1950: 105-112) kiranya dapat
merupakan ilustrasi yang sangat berharga.
2. Beberapa penyakit kronis sangat mengganggu
belajar itu. Penyakit-penyakit seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan
yang sejenis dengan itu biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius
untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi dalam kenyataannya
pengakit-penyakit semacam ini sangat mengganggu aktifitas belajar itu.
b. Keadaan fungsi-fungsi fisiologis
tentunya.
Keadaan Fungsi-fungsi Jasmani Tertentu
Terutama Fungsi-fungsi Panca Indera
Orang mengenal dunia sekitar dan belajar
dengan mempergunakan pancainderanya. Baiknya berfungsinya panca indera
merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam system
persekolahan dewasa ini diantara panca indera itu yang paling memegang peranan
dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu adalah menjadi kewajiban bagi
setiap pendidik untuk menjaga, agar panca indera anak didiknya dapat berfungsi
dengan baik, baik penjagaan yang bersifat kuratif maupun yang bersifat
preventif, seperti misalnya adanya pemeriksaan dokter secara periodic,
penyediaan alat-alat pelajaran serta perlengkapan yang memenuhi syarat, dan
penempatan murid-murid secara baik di kelas (pada sekolah-sekolah), dan
sebagainya.
Faktor-faktor Psikologis Dalam
Belajar. Arden N. Frandsen mengatakan
bahwa hal-hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut
:
- Adanya sifat ingin tahu dan ingin
menyelidiki dunia yang lebih luas
- Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia
dan keinginan untuk selalu maju
- Adanya keinginan unutk mendapatkan simpati
dari orang tua, guru dan teman-teman
- Adanya keinginan intuk memperbaiki
kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan
kompetisi
- Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa
aman bila mengusai pelajaran
- Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir
dari belajar (Frandsen, 1961: 216).
Maslow (menurut Frandsen, 1961: 234)
mengemukakan motof-motif untuk belajar itu ialah :
- Adanya kebutuhan fisik
- Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari
kekhawatiran
- Adanya kebutuhan akan kecintaan dan
menerima dalam hubungan dengan orang lain
- Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan
dari masyarakat
- Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau
mengetengahkan diri.
Adapun dalam hal yang lain tentang faktor
yang mempengaruhi dalam belajar adalah memperkirakan kemungkinan
sebab/faktor-faktor prestasi belajar dapat dikelompokkan dalam empat kategori
yaitu :
1.
Kondisi-Kondisi
Fisiolois Yang Permanent
1.
Intelegensi
Yang Terbatas
Setiap
anak sejak dilahirkan telah memiliki kecerdasan yang berbeda-beda atau
bervariasi, meskipun mereka telah memiliki usia kalender yang sama tetapi kemampuan
mentalnya belum tentu sama.
1.
Hambatan
Persepsi
Mengalami gangguan oleh mekanisme penafsiran
atau persepsi image sehingga salah menafsirkan informasi.
1.
Hambatan
Penglihatan dan Pendengaran
Indera yang terpenting untuk belajar di
sekolah adalah penglihatan dan pendengaran. Apabila kedua indra ini mengalami
gangguan, maka siswa sudah pasti akan susah untuk menerima materi dari pendidik.
1.
Kondisi-Kondisi
Fisiologis Temporer
a. Masalah makanan
b. Kecanduan (Drugs)
c. Kecapekan dan kelelahan
1.
Kondisi-Kondisi
Lingkungan Yang Permanent
Harapan
orang tua yang selalu tinggi tanpa memperhatikan kemampuan atau taraf
intelegensi anak Konflik keluarga yang menyebabkan anak mengalami kecemasan batin
sehingga menimbulkan kesulitan.
1.
Pengaruh
Kondisi Lingkungan Social Yang Temporer
1.
Ada
bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami
2.
Kurang
adanya motivasi yang merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk belajar
e. Hal-Hal
Yang Berkaitan Dengan Prestasi Belajar
- Tipe gaya belajar seseorang
Belajar adalah mencari ilmu atau menuntut
ilmu. Ada lagi yang secara lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap
pengetahuan. Ini berarti, bahwa orang mesti mengumpulkan fakta-fakta
sebanyk-banyaknya. Jika konsep ini yang dipakai orang, maka pada orang itu
masih dipertanyakan, apakah dengan belajar dengan semacam itu orang menjadi
tumbuh dan berkembang. Orang yang belajar dengan memakai konsep ini menjadikan
dirinya ibarat botol kosong yang perlu dituangi air. Apabila air dituangkan
sebanyak-banyaknya ke dalam botol kosong, dapat kita bayangkan, berapa banyak
yang dapat masuk dan dari sebanyak yang masuk itu tentunya sesuai dengan daya
tamping botolnya.
Memang kalau kita bertanya kepada seseorang
tentang apakah belajar itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam.
Perbedaan pendapat orang tentang arti belajar itu disebabkan karena adanya
kenyataan, bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. BAnyak jenis
kegiatan yang oelh kebanyakanorang dapat disepakati sebagai perbuatan belajar
misalnya menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan perbendaharaan kata,
mengumpulkan fakta-fakta, menghafalkan lag, menghitung dan mengerjakan soal-soal
matematika, dan sebagainya. Tidak semua kegiatan dapat tergolong sebagai
kegiatan belajar misalnya : melamun, marah, menjiplak, dan menikmati hiburan.
Dengan kenyataan diatas, terdapat banyak
definisi belajar. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi menurut para ahli.
Menurut James O. Wittaker, belajar dapat
didefinsikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman.
“Learning
may be defined as the process by which behavior originates or is altered
thraogh training or experience.” (Whittaker, 1970: 15)
Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah
laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelemahan, penyakit, atau
pertumbuhan oleh Cronbach dalam bukunya yang berjudul “Education Psychology”
sebagai berikut “
“Learning is
shown by change in behavior as a result of expe-rience.” (Cronbach,1954: p.47).
Dengan demikian, belajar yang efektif adalah
melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langhsung
dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya.
Satu definisi lagi yang perlu dikemukakan
disni yaitu yang dikemukakan oleh Howard L. Kingsley sebagai berikut :
“Learning is the process by which
behavior (in the broader sense) is originated through practice or training.”
(Kingsley, 1957; 12)
(Belajar adalah proses dimana tingkah laku
(dalam artian luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan)
Tipe gaya belajar seseorang, yaitu
diantaranya:
a.Visual.
Belajar melalui melihat sesuatu. Kita suka
melihat gambar atau diagram. Kita suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan
video.
b.Auditori.
Belajar melalui mendengar sesuatu. Kita suka
mendengarkan kaset audio, ceramah kuliah, diskusi, debat dan instruksi verbal.
c.Kinestetik.
Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan
langsung. Kita suka “menangani”, bergerak, menyentuh dan merasakan/mangalami
sendiri.
Semua kita, dalam beberapa hal, memanfaatkan
ketiga gaya tersebut. Tetapi kebanyakan orang menunjukkan kelebihsukaan dan
kecenderungan pada satu gaya belajar tertentu dibandingkan dua gaya
lainnya. Pada anak-anak kecenderungannya adalah pada kinestetik dan
auditori, namun pada saat mereka dewasa, kelebihsukaan pada gaya belajar visual
ternyata lebih mendominasi.
Memahami gaya belajar pribadi Anda akan dapat
meningkatkan kinerja dan prestasi Anda. Anda akan mampu menyerap informasi
lebih cepat dan mudah. Anda dapat mengidentifikasi dan mengapresiasi cara yang
paling Anda sukai untuk menerima informasi. Anda akan bisa berkomunikasi jauh
lebih efektif dengan orang lain dan memperkuat pergaulan Anda dengan mereka.
- Bentuk Belajar
Berikut ini dikemukakan beberapa bentuk
aktifitas belar dalam beberapa hal :
1. Mendengarkan
Dalam kehidupan sehari-hari bergaul dengan
orang lain akan terjadi komunikasi verbal berupa percakapan yang meberikan
situasi tersendiri bagi orang yang terlibat ataupun yang tidak terlibat tetapi
secara tidak langsung mendengarkan informasi, nah itulah yang disebut belajar
melalui dengan mendengarkan.
2. Memandang
Setiap stimuli visual memberi kesempatan bagi
seseorang untuk belajar. Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dapat kita
pandang, akan tetapi tidak semua pandangan atau penglihatan kita adalah
belajar.
3. Menulis atau Mencatat
Setiap aktivitas penginderaan kita yang
bertujuan, akan memberikan kesan yang berguna bagi belajar kita selanjutnya.
4. Membaca
Seringkali ada orang yang membaca buku
pelajaran sambil berbaring santai ditempat tidurnya hanya dengan maksud agar
dia bias tidur. Membaca semacam ini adalah bukan aktifitas belajar. Ada pula
orang yang membaca sambil berbaring dengan tujuan belajar. Menurut ilmu jiwa,
membaca yang demikian belum dapat dikatakan sebagai belajar. Belajar adalah
aktif, dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya dilakukan di meja belajar
dari pada di tempat tidur, karena sambil tiduran itu perhatian dapat terbagi.
Dengan demikian, belajar sambil tiduran mengganggu set belajar.
5. Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan
Menggarisbawahi
Banyak orang yang merasa terbantu dalam
belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar
atau ringkasan ini memang dapat membantu kita dalam hal mengingat atau mencari
kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan dating. Untuk keperluan
belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum
cukup. Sementar membaca, pada hal-hal yang penting kita beri garis bawah
(underlining). Hal ini sangat membantu kita dalam usaha menemukan kembali
materiil nitu di kemudian hari.
6. Mengamati Table-Tabel, Diagram-Diagram dan
Bagan-Bagan
Dalam buku ataupun lingkungan lain sering
kita jumpai table-tabel diagram ataupun bagan-bagan. Materiil non verbal
semacam ini sangat berguna bagi kita dalam mempelajari materiil yang relevan
itu. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan
ilustratif yang membantu pemehaman kita tentang sesuatu hal.
7. Menyusun Paper atau Kertas Kerja
Dalam membuat paper, terutama yang perlu
mendapatkan perhatian adalah rumusan topic paper itu. Dari rumusan topic itu
kita akan dapat menetukan materiil yang relevan. Kemudian kita perlu
mengumpulkan materi yang akan ditulis ke dalam paper dengan mencatatkan pada
buku notes atau kartu-kartu catatan. Paper yang baik memerlukan perencanaan
yangmasak dengan terlebih dahulu mengumpulkan ide-ide yang menunjang serta
menediakan sumber-sumber yang relevan.
8. Mengingat
Mengingat dengan maksud agar ingat tentang
sesuatu, belum termasuk sebagai aktifitas belajar. Mengingat yang didasari atas
kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai, tujuan belajar lebih lanjut adalah
termasuk aktifitas belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan
aktivitas-aktivitas belajar lainnya.
9. Berfikir
Adapun yang menjadi objek serta tujuan,
berfikir adalah termasuk aktifitaas belajar. Dengan berfikir, orang memperoleh
penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antar
sesuatu.
10. Latihan atau Praktek
Orang yang melaksanakan kegiatan berlatih
tentunya sudah mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat
mengembangkan sesuatu aspek yang pada dirinya. Orang yang berlatih atau
berpraktek sesuatu tentunya menggunakan set tertentu sehingga setiap gerakan
atau tindakannya terarah kepada suatu tujuan. Dalam berlatih atau berpraktek
terjadi interaksi atau interaktif antara subjek dengan lingkungannya. Dalam
kegiatan berlatih atau praktek, segenap tindakan subjek terjadi secara
interaktif dan terarah suatu tujuan. Hasil dari latihan atau praktek itu
sendiri akan berupa pengalaman yang dapat mengubah diri subjek sarta, mengubah
lingkungannya. Lingkungan berubah dalam diri anak.
6.
Rumusan Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari hipotesis dua arah yaitu Hipotesis alternative dan hipotesis Nol.
Hipotesis benar jika Hipotesis alternative (Ha) terbukti kebenarannya.
Ha : adanya hubungan antara tingkat kebiasaan
dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi.
Ho : Tidak adanya hubungan antara kebiasaan
membaca dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi.
7.
Identifikasi Variabel
a. Variabel bebas : Kebiasaan membaca
b. Variabel terikat : Prestasi Belajar
8.
Definisi Operasional
-
Kebiasaan membaca : suatu aktifitas
membaca yang dilakukan secara berulang-ulang dan berlanjut tiap hari yang
diukur dengan berkunjung ke perpustakaan, membawa buku, Meminjam buku, Membuka buku
dalam sehari dan Memahami isi buku yang dibaca.
- Prestasi yang dimaksudkan dalam penelitian
ini lebih mengacu pada prestasi komulatif yang dihasilkan oleh mahasiswa
psikologi selama 1 semester berupa IP (Indeks Prestasi).
9.
Populasi dan sampel
a. Populasi : Mahasiswa Psikologi UIN Malang.
b. Sampel : 50 Mahasiswa Psikologi UIN Malang
yang terbiasa
membaca
10.
Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang
paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan
sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau
tingkah laku yang digambarkan akan terjadi
Dari penelitian berpengalaman diperoleh suatu
petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga
mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala
bertingkat. Misalnya kita memperhatikan reaksi penonton televisi, bukan hanya
mencatat bagaimana reaksi itu, dan berapa kali muncul, tetapi juga menilai
reaksi tersebut sangat, kurang, atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan dengan cara
mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya
Lexi J. Moleong (2004) mendefinisikan dokumen
sebagai setiap bahan tertulis ataupun film, yang tidak dipersiapkan karena
adanya permintaan aseorang penyidik.
Penggunaan metode dokumen dalam penelitian
ini karena alasan sebagai berikut (Guba dan Lincoln, 1981) dalam bukunya Lexy
J. Moleong (2004)
1) Merupakan sumber yang stabil, kaya, dan
mendorong.
2) Berguna sebagai bukti untuk suatu
pengujian.
3) Berguna dan sesuai dengan penelitian
kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan
berada dalam konteks.
4) Tidak reaktif sehingga tidak sukar
ditemukan dengan teknik kajian isi.
5) Dokumentasi harus dicari dan ditemukan.
6) Hasil pengkajian isi akan membuka
kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
c. Wawancara
Adalah percakapan dengan maksud tertentu
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 2000 : 135).
d. Angket
Metode angket adalah salah satu metode
penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang berisi aspek yang hendak
diukur, yang harus dijawab atau dikerjakan oleh subyek penelitian, berdasarkan
atas jawaban atau isian itu peneliti mengambil kesimpulan mengenai subyek yang
diteliti (Suryabrata, 1990).
Penggunaan metode angket, menurut Hadi (1993)
didasari oleh beberapa anggapan, yaitu:
1. Subyek adalah orang yang paling tahu
tentang dirinya sendiri.
2. Apa yang dinyatakan subyek kepada peneliti
adalah benar-benar dapat dipercaya
3. Interpretasi subyek tentang
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama demngan yang
dimakksud peneliti.
Angket memiliki bermacam-,macambentuk yakni:
1. Angket langsung atau tidak langsung
2. Angket terbuka atau angket tertutup
Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian
ini adalah bersifat langsung dan tertutup. Artinya angket yang merupakan daftar
pertyanyan diberikan langsung kepada mahasiswa sebagai subyek penelitian, dan
dakam mengisi angket, mehasiswa diharuskan memilih karena jawaban telah
disediakan.
UJI COBA ANGKET
Setiap usaha pengukuran selalu diarahkan
untuk mencapai tingkat obyektivitas yaitu dengan menguji validitas dan
reliabilitas alat ukur. Masalah kesahihan dan reliabilitas alat ukur ini
semakin serius apabila pengukuran tersebut dikenakan pada gejala-gejala social
(Hadi, 1992).
a. Uji kesahihan Butir (Validitas)
Menurut Azwar (1986) para ahli psikometri
telah menetapkan kriteria bagi suatu alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan
sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang tidak
menyesatkan. Kriteria itu antara lain adalah valid, reliabel, norma dan
praktis.
Validitas
berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).
Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh
tingginya reliabilitas dan validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang
tidak reliabel atau tidak valid akan memberikan informasi yang keliru mengenai
keadaan subjek atau individu yang dikenai tes itu. Apabila informasi yang
keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan, maka keputusan itu tentu bukan
merupakan suatu keputusan yang tepat.
Istilah
validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Ebel (dalam Nazir 1988) membagi
validitas menjadi concurrent validity,
construct validity, face validity, factorial validity, empirical validity,
intrinsic validity, predictive validity, content validity, dan curricular validity. Keterangannya:
Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan
dengan hubungan antara skor dengan kinerja.
Construct Validity adalah validitas yang berkenaan
dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta
terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja
yang baik dalam pengukuran.
?Face Validity adalah validitas yang
berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang
seharusnya hendak diukur.
?Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah
korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu
kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh
dengan menggunakan teknik analisis faktor.
?Empirical Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria.
Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin
diramalkan oleh pengukuran.
Intrinsic
Validity adalah validitas yang berkenaan
dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan
objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur.
Predictive
Validity adalah validitas yang berkenaan
dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa
mendatang.
Content
Validity adalah validitas yang berkenaan
dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.
Curricular
Validity adalah validitas yang
ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh
pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek
sesuai dengan tujuan instruksional.
Sementara
itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas isi), construct
validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria).
Validitas alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas isi. Yang didasarkan pada alasan bahwa
validitas isi bertujuan untuk melihat kesesuaian butir-butir dalam angket yang
mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Validitas isi dinyatakan
dalam bentuk koefisien korelasi yang diungkap dengan cara mengkorelasikan skor
setiap butir dengan skor totalnya.
b. Uji Keandalan butir (reliabilitas)
Reliabilitas,
atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian
alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes
dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang
lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip
(reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat
diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang
seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh
mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang
terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat
diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama.
Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang
berbeda-beda. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai alatstatistik.
Reliabilitas bisa disebut sebagai uji
keajegan atau konsistensi alat ukur. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi
adalah alat ukur yang stabil yang serlalu memberikan hasil yang relatif
konstan. Tinggi rendahnya reliabilitas alat ukur dinyatakan dengan angka yang
disebut koefisien reliabilitas. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0
sampai 1 dan tidak ada patokan yang pasti. Besar koefisien reliabilitas yang
baik adalah sebesar mungkin, mendekati 1,00 yang disebut sempurna (Azwar, 1997)
11. Analisis data
Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi
tiga tahap utama:
1. Persiapan: mengecek nama, isisan, dan
macam data.
2. Tabulasi : memberi skor, memberi kode,
mengubah jenis data, dan coding dalam coding form.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan
penelitian:
a. Penelitian deskriptif : presentase dan
komparasi engan criteria yang telah ditentukan
b. Penelitian komparasi: dengan berbagai
teknik korelasi sesuai dengan jenis data.
c. Penelitian eksperimen: diuji hasilnya
dengan t-test.
Namun oleh karena data yang dikumpulkan baru
data mentah, maka sebelum di analisis, data mentah tersebut diolah lebih dahulu
sebelum dianalisis dengan tehnik analisis tertentu. Dan secara umum teknik
analisa data untuk kuantitatif menggunakan metode statistic, dan agar mudah
biasanya di bantu oleh program komputer, seperti SPSS, SPS, Minitab, MS exel,
dll. Terdapat dua macam statistic yang digunakan untuk analisa data dalam
penelitian, yaitu: statistic deskriptif dan statistic inferensial. Statistic
inferensial meliputi statistic parametris dan statistic non parametris.
Dalam penelitian ini, menggunakan statistic
inferensia dan juga deskriptif, karena kedua- duanya sangat membantu dalam
penelitian ini.
Bila
persyaratan penggunaan teknik analisis statistic benar, maka hasilnya dapat
digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis atau untuk menolak atau
menerima teori yang diujinya. Sebagimana diketahui bahwa tujuan akhir penelitian kuantitatif ialah untuk menguji
teori. Oleh karena itu, lengkapnya data yang dikumpulkan dari uji
validitas dan uji reliabilitas merupakan criteria mutu hasil penelitian. Sebab,
data yang tidak valid dan tidak reliable berarti data itu salah dan tidak dapat
dipercaya, sehingga kalau data itu dianalisis, hasilnya juga akan salah.
Berdasarkan skala pengukurannya, jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval, yaitu data yang
selain mengandung unsure penemaan urutan juga memiliki sifat interval
(selangnya bermakna). Disamping itu data ini memiliki cirri angka nolnya tidak
mutlak. Skala interval memiliki cirri matematis additivity, artinya kita dapat
menambah atau mengurangi.
Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis
data dengan metode statistic parametik. Karena statistic parametik dapat
dilakukan jika sample yang akan dipakai berasal dari populasi yang berdistribusi
normal. Jumlah data yang digunakan dalam analisis ini minimal 30 sampel dan
menggunakan yang berupa data interval dan ratio. Ini sangat berkaitan dengan
data Interval yang telah digunakan sebelumnya.
Dalam penelitian ini, menggunakan analisis
hubungan (Korelasi). Karena digunakan untuk menguji hubungan antara 2 variabel
atau lebih, apakah kedua variabel tersebut memang mempunyai hubungan yang
signifikan, bagaimana arah hubungan dan seberapa kuat hubungan tersebut. Secara
umum korelasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Product momen: uji ini untuk mengetahui
hubungan antara 2 variabel atau lebih dengan asumsi jenis datanya interval dan
rasio serta distribusi datanya nomal. Pengujian kenormalan data dengan
menggnakan kolmogorow-smirnov test for goodness of fit. Jika data penelitian
menunjukkan dsitribusi normal maka terdapat tiga statistic parametik yang
mungkin digunakan yaitu korekasi pearson product moment, korelasi ganda dan
korelasi parsial. Statistic parametik yang akan digunakan dalam penelitian ini
dengan data yang terdistribusi normal adalah korelasi person product moment
karena data berbentuk ratio, hanya terdiri dari dua variable, dan tidak ada
yang dikendalikan atau tidak ada hubungan timbale balik.
Untuk menguji penerimaan atau penolakan Ho
telah ditentukan untuk menggunakan 2 arah (two sided test). Tahap dari
penggunaan rumus korelasi diatas adalah:
a. Menggunakan rumus korelasi untuk
mendapatkan r hitung
b. Menentukan tingkat signifikansi (level of
significance) yaitu sebesar 5 %.
c. Melihat nilai kritis menurut table nilai t
dengan tingkat signifikansi sebesar 5 %.
d. Mengambil kesimpulan apakah menerima atau
menolak Ho dengan membandingkan antara nilai r hitung dan r tabel.
2. Karena data yang digunakan berupa ata
interval, maka analisis datanya juga menggunakan korelasi spearman rank, yaitu
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel.
UJI VALIDITAS
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
validitas konstruk (construct validity) yaitu validitas yang mengacu pada
konsistensi dari semua komponen kerangka konsep. Untuk menguji tingkat
validitas instrumen penelitiannya, maka digunakan rumus teknik korelasi product
moment dari pearson.
Bagian dari uji validitas yang dipakai dalam
penelitian ini adalah melalui analisis butir-butir, dimana untuk menguji setiap
butir skor total valid tidaknya suatu item dapat diketahui dengan membandingkan
antara angka korelasi product moment pearson (r Hitung) pada level signifikansi
0,05 nilai kritisnya. Instrumen penelitian ini dikatakan valid dimana nilai
korelasinya lebih besar dari 0,3.
UJI RELIABILITAS
Uji realibilitas adalah dengan menguji skor
antar item dengan tingkat signifikansi 0,05 sehingga apabila angka korelasi
yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis, berarti item tersebut dikatakan
reliabel. Uji Alpha Cronbach digunakan untuk menguji realibilitas instrumen
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar